You are a great person if you ready to fall when you try to jump

The Elements #4

The Elements-1

Fourth Part

 

 

>Intro, Part 1, Part 2, Part 3<

 

 

 

**

 

Love to Kill

 

 

Yesung membuka kedua matanya, menatap langit-langit kamar yang berwarna putih bersih. Ia mencoba mengangkat kepalanya dan merasakan sakit yang masih mendera kepala beserta punggungnya yang hampir remuk setelah menghantam tembok dan batu dengan cukup keras. Ia mengalihkan tatapannya ke arah samping dan mendapati sosok gadis yang tertidur tepat di pinggir ranjang dengan posisi duduk. Walaupun wajah pucat itu tertutupi sebagiannya dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai, Yesung tetap bisa mengetahui dengan mudah siapa gadis itu.

“Kau menjebakku, Hyemi.. Ternyata kau adalah salah satu dari mereka, salah satu dari kaumku,” ucapnya pelan sambil menyibak rambut Hyemi dan memperlihatkan bekas luka yang tampak memerah di dahinya akibat percikan api yang Yesung keluarkan kemarin. Memang tidak parah, namun bekas itu akan tetap ada di sana sampai kapanpun. “Maafkan aku sudah melukaimu..” bisiknya pelan sembari mengecup luka itu dengan lembut.

“Kau sudah bangun ternyata?” ucap Hyemi pelan dengan kedua matanya yang terbuka sempurna tepat saat Yesung menarik bibirnya dari dahi gadis itu.

Sorot mata Yesung berubah menjadi tajam, menatap tepat pada kedua bola mata Hyemi yang juga menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam. Hyemi bangkit tanpa melepaskan tatapannya pada sosok Yesung yang kini lebih terlihat seperti mayat hidup daripada manusia. Wajahnya tampak sedikit tirus dengan bekas luka yang terlihat di dahi dan pipi kanannya akibat perlawanannya kemarin, dan kulitnya juga tampak lebih pucat dari biasanya.

Tangan Hyemi terulur, menyentuh bekas luka yang ada di Yesung, membuat pria itu sedikit berjengit ke belakang, menghindari tangannya.

Hyemi tersenyum kecil. “Jangan takut, aku tidak akan membunuhmu,” gumamnya pelan sembari menyentuh dahi Yesung. Lalu mengambil plester demam dari laci meja nakas di sebelah tempat tidur, dan membuka kemasannya.

“Apa yang terjadi padaku?” tanya Yesung tanpa melembutkan nada bicaranya sedikitpun. Ia masih merasa kecewa dengan kejadian kemarin di mana Hyemi sudah menjebaknya untuk masuk ke dalam perangkap Joy dan Sohee.

Hyemi menempelkan plester demam itu pada dahi Yesung dengan lembut. “Kau demam semalaman,” jawabnya. “Dan sialnya aku yang harus menjagamu,” ucapnya lagi yang membuat Yesung menyeringai lebar.

“Kenapa? Bukankah kau membenciku? Kenapa kau mau merawatku, huh?” tanya Yesung dingin dengan nada meremehkan, membuat Hyemi hanya mendengus pelan mendengar ucapannya.

“Kau pikir Kyuhyun dan Sohee mau merawatmu? Mereka hanya akan membunuhmu jika Joy eonnie membiarkan kalian tidur sekamar,” jawab Hyemi sambil menekan kuat bekas luka di dahi Yesung dengan telunjuknya, membuat namja itu mengerang kesakitan.

“Argh… Lalu Joy noona dan pria phortunees itu? Kenapa bukan mereka saja yang merawatku kalau kau tidak mau?”

“Mereka sibuk mencari petunjuk-petunjuk tentang keberadaan para pemberontak yang bisa muncul ke permukaan sewaktu-waktu.”

Hyemi baru saja hendak beranjak keluar dari kamar Yesung, saat tangan kirinya dicekal dengan erat oleh namja itu. Hyemi menoleh dan mendapati Yesung sedang menatapnya dengan senyuman dingin yang sulit untuk diartikan. Bisa ia lihat sorot mata Yesung yang menyerupai mata iblis sekarang.

“Lepaskan,” desis Hyemi tajam, mencoba untuk melepaskan tangan pria itu dari tangannya.

Yesung melebarkan senyum dinginnya. “Kau ingin membunuhku?” tanyanya, membuat Hyemi terdiam untuk beberapa saat.

“Apa?”

“Apa kau ingin membunuhku, Park Hye Mi?” ulang Yesung lagi dengan nada bicara yang membuat Hyemi merasakan seluruh darahnya berdesir. Entah kenapa ia takut dengan nada bicara Yesung yang seperti itu.

“Sangat. Tapi sayangnya aku tidak seharusnya membunuhmu, Yesung-ssi,” jawab Hyemi dengan penekanan saat ia menyebut nama Yesung.

Yesung memudarkan senyumannya dan menatap Hyemi tajam. Ia terdiam untuk beberapa detik, membuat keheningan menyelimuti mereka.

“Sejak kapan kau tahu aku adalah Yesung Kim?” tanya Yesung dingin.

Hyemi menelan ludahnya dengan tenang. “Sejak dua hari yang lalu,” jawabnya seraya memalingkan wajahnya ke arah lain, menghindari tatapan tajam Yesung.

“Kenapa kau menjebakku, Hyemi?” tanya Yesung lagi, namun kini dengan nada yang sedikit melembut. Seolah sedih dengan apa yang sudah Hyemi lakukan padanya kemarin.

Hyemi menatap wajah pucat itu. Berbagai perasaan segera menyelinap ke dalam hatinya. Rasa kecewa, bersalah, benci.. Semuanya menyatu. Ia sendiri bingung kenapa ia bisa mulai menyukai namja ini hanya dalam waktu beberapa hari, dan juga menyesali dirinya yang mulai menyukai Yesung ketika ia tahu siapa namja itu sebenarnya.

“Karena aku harus melakukannya,” jawab Hyemi setelah terdiam untuk beberapa saat. “Aku harus membantu teman-temanku untuk menarikmu kembali pada garis takdirmu, Yesung. Tidak seharusnya kau pergi dan menghindari takdirmu sendiri, kau harus kembali pada kaummu.”

Yesung kembali menyeringai lebar. “Aku benci mendengar ini,” gumamnya dingin.

“Kenapa kau menipuku?” tanya Hyemi, membuat wajah bingung Yesung terlihat dengan jelas. “Kau Yesung, bukan Jong Woon..” ucap Hyemi lagi, membuat Yesung kembali tersenyum dingin.

“Aku memang bukan Yesung, aku Kim Jong Woon.”

Tangan kanan Hyemi mengepal kuat. Ia merasakan emosinya langsung naik atau mungkin sebentar lagi akan meledak. Tangannya.. Tangannya ingin sekali memukul wajah pucat itu, terlebih pada bibirnya yang tidak pernah berhenti mengatakan bahwa ia ingin melepaskan takdir yang ia punya. Yesung memang khema yang patut Hyemi bunuh.

PLAK!

Yesung tertegun dengan pukulan yang ia dapatkan pada pipi kirinya. Ia terdiam sebentar, lalu memutar kepalanya menatap Hyemi dengan tajam. Emosinya ikut naik sekarang.

“Kau memukulku?” geramnya dengan rahang yang sudah mengeras.

“Aku bahkan seharusnya membunuhmu,” desis Hyemi tajam, merasakan rasa marah dan kecewanya bercampur menjadi satu.

Yesung mengencangkan tangannya yang mencekal tangan Hyemi, membuat yeoja itu meringis kesakitan dan merasakan tangannya yang mulai memerah.

“Benar.. Kau seharusnya membunuhku..” bisik Yesung dingin dengan senyuman dingin di bibirnya.

Hyemi tersentak saat dirasakannya pergelangan tangan kirinya mulai memanas, lalu rasa panas itu semakin nyata pada detik-detik berikutnya. Ia menatap Yesung dengan tatapan tak percaya. Tak percaya bahwa namja itu tengah mencoba membakar kulitnya.

“Apa aku masih terlihat seperti seorang pembohong bagimu? Aku mencintaimu, Hyemi.. Aku menyukaimu.. Tapi kau menjebakku,” ucap Yesung tajam, menatap tenang pada Hyemi yang sedang meronta-ronta memohon agar Yesung segera melepaskan tangannya yang sudah terdapat luka bakar.

Kedua tangan Hyemi maupun suaranya sudah bergetar, menahan rasa sakit, perih, dan panas yang secara bersamaan menyerang kulitnya. Ini bukan kyfirmth seperti yang Sohee lakukan pada Yesung kemarin, Hyemi tahu itu. Karena kyfirmth atau api ilusi tidak pernah menyisakan luka bakar seperti yang Yesung lakukan padanya saat ini. Pria itu benar-benar sedang membakar kulit tangannya.

“Yesh… Yesung.. hh… Lep… Lepaskan…” ucap Hyemi, memohon dengan kedua matanya yang mulai mengeluarkan setitik air mata.

Tapi Yesung tetap tidak memedulikannya dan malah semakin mengencangkan genggamannya, membuat Hyemi memekik keras.

“Bagaimana kalau kau membunuhku dan aku membunuhmu? Dengan begitu kita mati dan akan terus bersama selamanya tanpa perlu memikirkan para pemberontak brengsek itu,” tawar Yesung.

Sebelah tangannya menghapus air mata yang mengalir di pipi Hyemi, lalu tangannya yang lain mulai mengeluarkan kobaran api yang semakin membakar tangan Hyemi.

“Sst.. Ini tidak akan sakit,” bisik Yesung tepat di sebelah Hyemi sambil mendekap tubuh kecil itu dengan lembut, tidak peduli seberapa banyak Hyemi mengeluarkan air mata dan memohon agar ia melepaskan tangannya yang sudah benar-benar terbakar.

Tak berapa lama tubuh Hyemi ambruk dengan Yesung yang segera menangkapnya agar kepalanya tidak membentur lantai marmer di bawahnya, lalu meletakkan kepala Hyemi tepat di atas pahanya. Hyemi sudah tidak tahan dengan rasa sakit yang menerjang tangannya, mungkin sebentar lagi kesadarannya akan habis. Ia sudah berusaha mengeluarkan air dari tangannya, tapi percuma. Kekuatannya kalah dengan api yang Yesung keluarkan untuk membakar tangannya sedikit demi sedikit.

Di sela rintihannya, ia bisa merasakan ibu jari Yesung yang mengusap pelan permukaan pipinya, menghapus air mata yang masih mengalir di kedua pipinya dengan begitu deras. Ucapan pria itu serius, ia benar-benar akan mati di tangan Yesung sekarang. Lalu setelah itu, Yesung akan segera menyusulnya. Pria itu memang gila, dan Yesung mengakuinya. Ia sudah tergila-gila akan sosok Park Hye Mi.

Nafas Hyemi mulai tercekat. Gadis itu mulai kesulitan menarik nafasnya, sedangkan Yesung hanya menatap wajah pucatnya dengan tatapan tenang. Hyemi sudah tahu bagaimana rasanya dirimu terbunuh dengan kekuatan yang para safhire miliki, karena kini ia tengah mengalaminya dan ia akan mati di tangan Yesung, secepatnya.

“Aku melakukannya karena cinta, Hyemi…” bisik Yesung yang terdengar begitu mencekam di telinganya, seperti bisikan kematian sebelum ajal benar-benar datang menjemput. “Saranghaeyo…”

“Lepaskan dia!” teriak Kyuhyun yang tiba-tiba membanting pintu, lalu menyerang Yesung dengan angin yang cukup kencang, membuat namja itu terpental jauh ke belakang hingga punggungnya kembali membentur dinding dengan keras.

“Argh..” ringis Yesung sambil menatap tajam ke arah Kyuhyun yang sedang mengangkat tubuh lemah Hyemi.

Hyemi menarik nafasnya dalam-dalam, merasakan oksigen yang perlahan mulai memasuki ruang paru-parunya yang terasa hampa. Dada gadis itu tampak naik turun dengan perlahan, menandakan oksigen memasuki tubuhnya. Nafasnya sudah mulai normal sekarang, namun rasa sakit dan perih itu masih ia rasakan dengan nyata pada tangan kirinya.

“Hyemi noona, gwaenchanayo?” tanya Kyuhyun pelan dengan wajah khawatirnya sambil menepuk pelan wajah Hyemi, lalu mengangkat tubuhnya dan berjalan keluar dari kamar Yesung. Meninggalkan pria safhire itu yang sedang mendesis tajam tanpa mengalihkan tatapan tajamnya dari sosok Kyuhyun.

 

**

 

“Siapa yang melakukannya?” tanya Sohee sambil membalut pergelangan tangan kiri Hyemi yang terdapat luka bakar yang cukup parah.

“Yesung,” jawab Kyuhyun singkat tanpa mengalihkan tatapan cemasnya dari wajah pucat Hyemi yang masih memejamkan mata.

Sohee mendengus pelan sambil menarik sedikit sudut bibirnya membentuk senyum pahit, dengan kedua tangannya yang terus membalut pergelangan tangan kiri Hyemi setelah sebelumnya dikompres dengan es batu.

Dengan perlahan, seperti melupakan perseteruan mereka yang tak ada habisnya, Kyuhyun menyeka keringat dingin yang mengalir dari dahi Hyemi dengan tissue. Sohee menatap Kyuhyun dengan tatapan tak habis pikirnya, lalu menggunting sisa perban yang membalut tangan Hyemi.

“Apa yang terjadi? Kenapa Yesung bisa membakar tangan Hyemi hingga sebegini parah?” tanya Sohee sembari mengemaskan beberapa peralatan yang dia gunakan untuk mengobati luka bakar di tangan Hyemi.

Kyuhyun mendengus keras, lalu ia menatap Sohee dengan tatapan yang sulit diartikan. “Pria bernama Yesung itu sudah gila, Noona! Bagaimana mungkin dia ingin membunuh Hyemi noona, lalu ia akan membunuh dirinya sendiri?! Apa otaknya sudah rusak?” seru Kyuhyun tak habis pikir, membuat Sohee meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya.

Sohee menghela nafas panjang, sama seperti yang Kyuhyun lakukan, lalu mengalihkan tatapannya pada Hyemi yang masih tertidur karena kelelahan dengan ulah Yesung yang sudah keterlaluan. Sekali ia menghela nafas, menatap wajah lelah Hyemi, beranjak dari tempatnya dan berjalan keluar dari kamar Hyemi.

Tepat saat ia akan melangkah keluar dari ambang pintu, sosok itu muncul. Sosok yang bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi pada gadis yang masih terbaring lemah di atas tempat tidur. Sohee tersenyum dingin pada sosok itu, sosok yang sedang menatap lemah pada wajah pucat Hyemi.

“Apa ini yang kau sebut cinta?” bisiknya dingin, sebelum pada akhirnya melangkah keluar menuju dapur, meninggalkan sosok itu yang masih mematung di tempatnya.

Ia menghembuskan nafasnya perlahan, sebelum memantapkan langkahnya untuk menghampiri sosok Hyemi. Tapi sayangnya Kyuhyun menyadari langkahnya sebelum ia berhasil mendekat. Kyuhyun bangkit dengan menatapnya tajam, menghampirinya dan segera mendaratkan satu pukulan keras pada wajahnya, menyisakan satu bekas lebam lagi di sudut bibirnya.

“Mau membunuhnya lagi?” desis Kyuhyun sambil menarik kedua kerah baju Yesung, memaksa pria itu untuk menatap kedua matanya yang sudah menyala karena amarah.

Tatapan Yesung tidak menajam, ia tetap menatap wajah pucat Hyemi yang masih tak sadarkan diri akibat perbuatannya. Lalu ia mengalihkan tatapannya pada wajah emosi Kyuhyun. Dengan kasar, ia melepaskan tangan Kyuhyun dari kerah bajunya, lalu melangkah tanpa menghiraukan Kyuhyun yang masih menatapnya tajam.

“Aku hanya ingin melihat keadaannya,” ucap Yesung pelan seraya menarik kursi ke sisi ranjang dan duduk di sana, menatap wajah pucat Hyemi yang entah untuk keberapa kalinya.

Kyuhyun tertawa sinis, seolah mengejek kebodohan yang telah Yesung lakukan. Ia berjalan mendekati Yesung yang kini sedang menggenggam tangan kiri Hyemi. Ia tidak memukul atau bahkan membanting tubuh Yesung dengan kekuatannya, ia hanya berdiri menatap tajam tangan Yesung yang menggenggam erat tangan kiri Hyemi.

“Kau mencintainya?” tanya Kyuhyun pelan, namun masih terdengar dingin untuk Yesung.

Yesung tak menjawab, ia hanya diam tanpa mengedipkan matanya walau hanya untuk sedetik, terus merekam wajah pucat Hyemi di dalam memori ingatannya.

“Apa kau mencintai Hyemi noona?” ulang Kyuhyun lagi dengan penekanan pada setiap katanya, menuntut jawaban.

“Ya..” jawab Yesung pelan, tetap tak mengalihkan tatapannya.

“Omong kosong,” bisik Kyuhyun sinis dengan melebarkan senyum dinginnya. “Kau mencintainya dan ingin membunuhnya?” ucapnya lagi dengan nada bicara yang lebih dingin dari sebelumnya.

Yesung tertawa sinis, lalu mengalihkan tatapannya pada Kyuhyun dengan menatapnya tajam. “Kau tak akan bisa mengerti cinta, anak kecil. Setelah kau menemukan gadismu, kau tidak akan bisa mengerti dengan jalan pikiranmu yang terlalu gila karena cinta. Kau tidak memerlukan waktu lama untuk mencintai seseorang, tapi kau perlu waktu seribu tahun untuk menghapus cintamu,” ucap Yesung pelan, membuat bibir Kyuhyun terkatup rapat, tak menyahut sedikitpun.

Ia menatap kedua bola mata Yesung dalam, mencari-cari sesuatu yang bisa dijadikan sebagai bukti bahwa pria itu sedang main-main dengan ucapannya. Tapi nihil, ia tak menemukannya. Tatapan Yesung seolah bersungguh-sungguh, meyakinkan Kyuhyun bahwa ia tidak akan bisa hidup tanpa gadis yang masih memejamkan matanya.

“Aku pegang ucapanmu,” ucap Kyuhyun sebelum beranjak untuk keluar dari kamar itu, meninggalkan Yesung dan Hyemi yang masih enggan membuka kedua matanya.

Dalam hati, walau ia sangat membenci sosok Yesung, Kyuhyun membenarkan ucapan pria itu. Tak perlu waktu yang lama untuk jatuh cinta pada seseorang, dan itu yang telah terjadi pada Kyuhyun. Hatinya sudah jatuh pada pesona gadis yang ia selamatkan dari preman-preman jalanan.

Baek Yoon Hee.

 

**

 

(Kyuhyun’s POV)

 

Ini hari pertamaku kembali masuk sekolah setelah kemarin aku sengaja membolos hanya untuk menangkap pria safhire bernama Yesung itu. Cukup melelahkan, tapi rasanya sangat menyenangkan bisa memukul dan melampiaskan semua kekesalanku pada pria yang sedang melawan takdirnya itu. Apalagi setelah ia melakukan hal yang sudah keterlaluan pada Hyemi noona dengan membakar tangannya. Dia memang sudah gila.

Baru saja aku melangkah masuk ke dalam kelas, pemandangan yang tak menyenangkan sudah menyambut kehadiranku di sana. Di sudut kelas, aku melihat Yoonhee sedang duduk dengan namja yang rasanya tak pernah kulihat sebelumnya. Entahlah, mungkin dia siswa baru. Tapi kenapa mereka akrab sekali? Biarpun mereka dekat, tapi dia tidak perlu menyentuh tangan Yoonhee dengan semesra itu, kan? Aku cemburu? Mungkin saja.

“Ah, Kyuhyun!”

Lamunanku buyar akibat seruan Yoonhee yang baru menyadari kehadiranku. Ia beranjak dan menghampiriku dengan sedikit berlari-lari kecil. Sesampainya gadis bermata indah itu di depanku, ia segera menarik tanganku dengan antusias dan tersenyum lebar seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Yoonhee membawaku ke hadapan namja berambut sedikit kecokelatan itu, bermaksud untuk memperkenalkanku pada teman barunya yang malah membuatku bertambah malas.

“Hey, perkenalkan ini Kyuhyun. Kyuhyun, ini siswa baru di kelas kita. Dia baru masuk kemarin,” ujar Yoonhee yang menyadarkan namja itu hingga ia segera mengangkat wajahnya dan menatapku sambil tersenyum lebar.

Astaga, ternyata masih ada manusia yang bisa tersenyum sebegitu lebarnya. Dia ini manusia atau bukan?

“Lee Donghae imnida,” ucapnya memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan kanannya padaku.

Sejenak aku hanya menatap datar tangannya yang sudah terulur, menungguku untuk segera menjabatnya. Tapi tidak tahu kenapa aku merasa aneh saat berdekatan dengan namja ini. Perasaanku jadi tidak enak, tapi kenapa? Apa yang membuatku merasa tidak nyaman dengan keberadaan namja berwajah pas-pasan ini?

Kesadaranku kembali merasuki ragaku saat Yoonhee menyikut lenganku, membuatku segera menjabat tangan Donghae sekilas.

“Cho Kyuhyun imnida,” balasku datar dan singkat. Tampak sekali kesombongan dari nada bicara dan sikapku padanya, dan itulah yang membuat Yoonhee menatapku penuh arti.

Wae? Sikapku wajar, kan? Aku sedang cemburu, tapi dia tidak menyadarinya. Menyebalkan.

“Mulai hari ini kalian akan duduk sebangku. Songsaenim sudah mengaturnya,” ujar Yoonhee senang yang membuatku menoleh cepat padanya dan menatapnya dengan pandangan terkejut.

Mwo?! Ta-tapi aku…”

“Sst! Songsaenim sudah mengaturnya, salah sendiri kenapa kau tidak masuk sekolah kemarin?” potong Yoonhee dengan cepat sambil menjulurkan lidahnya padaku, mengejek kebodohanku yang rela membolos hanya karena rencana menjebak Yesung Kim kemarin.

“Ta-tapi.. Yoonhee-ya, a-aku..” ucapku terbata untuk menyanggah ucapannya, tapi hasilnya dia hanya memutar kedua matanya dan menghela nafasnya panjang.

“Aku bukan songsaenim, Kyuhyun-ah..” ucapnya sambil merapikan buku tulis di atas mejanya dan menarik tanganku keluar kelas. “Kau pasti belum sarapan, kan? Ayo, kutemani ke kafetaria,” ujarnya dengan kedua matanya yang tampak berbinar yang secara tak langsung membuat semangat dan senyumku kembali.

Aku menggangguk satu kali dan mengikuti langkahnya keluar kelas. Seminggu dekat dengannya, dia sudah hapal dengan segala kebiasaanku. Ah, tidak. Mungkin dia sudah mengenalku sejak awal semester, tapi aku saja yang tidak menyadari bahwa gadis menarik ini adalah teman sekelasku. Bodoh, kan? Aku memang terlampau cuek terhadap apapun yang ada di sekitarku.

“Bagaimana satu hari tanpaku di sekolah?” tanyaku sambil melangkah santai menuju kafetaria sekolah dengan tangan kami yang masih bertaut.

Ia mengendikkan kedua bahunya cuek, lalu menatapku dengan tatapan seolah-olah mengejek.

“Tidak ada yang berbeda,” ucapnya yang aku yakin tidak serius.

Aku mengerang kesal, membuatnya tertawa pelan dan segera menggeleng kuat.

“Tentu saja ada yang berbeda. Biasanya kau akan mentraktirku setiap jam istirahat, iya kan?” ucapnya sambil terkekeh, membuatku kembali melebarkan senyumku yang sudah terlihat seperti anak kecil. Kekanakan.

Berada di dekat gadis ini membuatku menjadi agak aneh. Selalu tertawa dan tersenyum saat melihat hal-hal sederhana dari sikapnya yang sebenarnya tidak terlalu menarik untuk diperhatikan. Tapi apa yang pria bernama Yesung itu katakan memang benar, sesuatu yang tidak bisa kau mengerti akan muncul dari dalam dirimu saat terserang virus bernama cinta. Rumit, bukan?

“Oh, begitu ya? Kalau begitu, kau harus mentraktirku hari ini,” ujarku sambil menarik bahunya untuk lebih merapat padaku., merangkulnya hangat.

“Eh? Mak-maksudmu? Aku tidak bawa banyak uang hari ini,” ujarnya dengan wajah panik, menimbulkan rasa menggelitik di dalam dadaku saat melihat wajahnya yang mulai memucat.

“Aku tidak mau tahu, pokoknya kau harus mentraktirku hari ini. Kajja,” ujarku yang sebenarnya tidak serius seraya membawanya yang sudah meronta-ronta minta dilepaskan berjalan ke arah kafetaria.

Cinta memang sangat membingungkan.

 

**

 

(Hyemi’s POV)

 

Aku kira aku sudah mati. Tapi ternyata takdir berkata lain dan aku masih diizinkan untuk terlepas dari jeratan maut Yesung. Kurasakan sesuatu yang hangat menyentuh punggung tanganku dan kemudian menjalar ke seluruh tubuhku. Aku bisa merasakan jemari tanganku yang mulai bergerak pelan, melepaskan kekakuan yang begitu terasa nyata di seluruh organ tubuhku, termasuk kedua mataku yang saat ini sedang memaksa untuk terbuka. Kurasakan dadaku yang sesak mulai terasa nyaman dengan oksigen yang memasuki ruang paru-paruku. Mataku terbuka, dengan cahaya yang membuat penglihatanku sedikit silau untuk beberapa saat. Setelah mengerjap-ngerjapkan kedua mataku, penglihatanku mulai terlihat jelas dan aku tahu siapa yang sedang menyalurkan kehangatan pada tubuhku.

Tatapanku langsung berubah takut saat kudapati wajahnya yang hanya berjarak beberapa centimeter dariku, dengan senyum lega yang terlihat jelas di bibirnya saat menyadari aku sudah terbangun. Tapi itu malah membuatku semakin ketakutan. Bagiku dia terlalu berbeda saat ini..

“Kau sudah bangun? Apa ada yang sakit?” tanyanya bertubi sambil mendekat padaku yang masih berusaha bangun.

Ia menyentuh punggung dan bagian belakang kepalaku, membantuku untuk bangun. Dan setelah aku berhasil duduk, kedua tangannya segera kutepis agar menjauh dari tubuhku. Tampak raut terkejut dari wajahnya, namun aku tetap menatapnya takut. Aku takut dia akan mencelakakanku lagi seperti sebelumnya.

“Mau apa kau?” tanyaku dengan rasa takut yang terdengar jelas dari nada bicaraku.

Ia mengernyitkan dahinya heran, lalu mencoba menyentuh dahiku yang segera kutepis dan lagi-lagi membuatnya menatapku terkejut.

“Kau kenapa, Hyemi?” tanyanya tak mengerti dengan sikapku yang aneh padanya.

Ia beringsut naik ke sisi ranjang, kembali mendekatkan dirinya padaku yang masih berada di atas ranjang. Sedangkan aku semakin menjauhkan diriku darinya.

“Jangan sentuh aku, menjauh dariku!” jeritku kencang saat ia semakin mendekat padaku.

Terlihat jelas dari kedua bola matanya ia tak mengerti dengan sikapku, dan terlebih dengan tatapanku yang penuh akan ketakutan akan sosoknya. Dia terlihat seperti malaikat pencabut nyawa bagiku.

“Kau.. takut padaku?” tanyanya pelan dan lirih, sarat akan penyesalan.

Aku tidak menjawabnya. Tanpa kujawab pun dia pasti sudah tahu jawabanku. Dia pikir setelah dia mencoba untuk membunuhku dengan kekuatannya yang menyakitkan, aku tidak akan takut padanya?

“Menjauh dariku,” ucapku dengan suara yang––sialnya––bergetar. Kurasakan jemariku pun ikut bergetar. Aku ketakutan.

“Aku tidak akan menyakitimu, aku janji,” ucapnya yang lebih terdengar seperti memohon ketika aku lagi-lagi menepis tangannya yang terulur berusaha untuk menggapaiku. Aku hanya takut ia akan melancarkan rencananya untuk membunuhku dengan alasan yang sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat.

“Kau.. tidak akan mencelakaiku lagi?” ucapku polos seperti anak kecil yang bertemu dengan penyihir jahat yang berjanji tidak akan melukaiku sesenti pun.

Ia mengangguk, mengulas senyum lembutnya, mengulurkan tangan kanannya dan sekali lagi mencoba untuk menggapai wajahku. Senyumnya bertambah lebar saat aku tak berusaha menepis tangannya dan ia berhasil menyentuh pipiku, menghapus air mata yang tak sengaja tumpah dengan ibu jarinya.

“Maafkan aku,” ucapnya pelan dengan menatapku teduh, tidak ada yang bisa membuatku takut dari sorot matanya sebenarnya. Kedua bola matanya seolah menjadi penghangatku saat menatap kedua manik itu.

“Kau mau memaafkanku, kan?” tanyanya memohon sembari meraih tangan kiriku dan mengecup pergelangan tanganku yang terbalut perban, lalu menatap lembut tepat pada kedua bola mataku.

Entah apa yang aku pikirkan, aku seperti mulai mempercayainya dan menganggukkan kepalaku pelan, membuatnya tersenyum lebih lebar dan langsung menarikku ke dalam pelukannya. Dia terlihat sangat senang, seolah ia akan segera bunuh diri jika aku menolak untuk memaafkan tindakan bodohnya. Perlahan kedua tanganku bergerak menyusuri punggungnya dan berhenti pada kedua pundaknya, membalas pelukannya dengan sedikit canggung.

Aku belum pernah berpelukan dengan seorang pria sebelumnya, dan ternyata begini rasanya dipeluk oleh pria? Aku bisa merasakan detak jantungnya dan detak jantungku sendiri yang beradu dengan cepat, dan juga darahku yang terasa berdesir. Mendebarkan dan sedikit menyenangkan.

“Hah… Aku mengkhawatirkan kalian, tapi ternyata hubungan kalian sudah kembali membaik, ya..”

Aku menoleh ke arah pintu kamarku dan mendapati Sungmin yang tengah tersenyum dengan Joy eonnie yang berdiri di belakangnya. Mereka baru saja kembali dari menyelidiki tanda atau petunjuk-petunjuk keberadaan para pemberontak yang akan menghancurkan kota ini sesegera mungkin.

“Kau baik-baik saja, Hyemi? Sohee bilang tidak ada yang perlu dicemaskan,” ujar Joy eonnie sambil menepuk pundak Yesung yang masih enggan mengalihkan perhatiannya dari wajahku.

“Aku sudah dengar ceritanya dari Sohee, itu membuatku hampir jantungan,” ujar Sungmin dengan wajah khawatirnya yang berlebihan, membuatku tertawa pelan menatapnya.

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aku baik-baik saja,” ujarku menenangkan mereka sambil mengangkat tangan kiriku menunjukkan bekas luka yang masih terbalut perban.

“Astaga, apa ini akan sembuh secepatnya?” tanya Sungmin panik sambil menyentuh tanganku yang terbalut perban, lalu mengalihkan tatapannya pada Yesung yang sedari tadi hanya terdiam.

“Mungkin tidak akan bisa sembuh secepatnya, tapi aku rasa Sohee bisa mengobati tangannya agar luka bakarnya tidak membekas permanen,” ujar Yesung menjawab pertanyaan yang terlontar dari bibir Sungmin, membuat namja itu mendesah lega.

“Bagaimana hasil pencarian kalian? Ceritakan padaku,” ujarku mengalihkan topik pembicaraan yang langsung mengubah ekspresi wajah Joy eonnie.

Joy eonnie menatap Yesung yang juga tengah menunggu kalimat yang akan terlontar dari bibirnya, lalu ia menghela nafasnya panjang.

“Sebenarnya aku menemukan beberapa tanda keberadaan salah satu klan dari Naymth di tengah keramaian kota, tapi sayangnya Naymth yang satu itu pandai bersembunyi,” jawab Joy eonnie sambil tersenyum kecut yang menambah kecepatan pada detak jantungku.

Aku rasa aku harus mulai berhati-hati sekarang.

 

**

 

About Family

(Sungmin’s POV)

 

“Kau tahu tentang Thavchora?”

Tatapanku beralih pada sosok Sohee yang sedang tersenyum ke arahku setelah mengucapkan kalimat itu. Ia duduk di sampingku, melemparkan tatapannya pada langit malam sambil memeluk lututnya yang ditekuk, merasakan dinginnya udara malam yang bertiup di balkon ini.

“Kau mau menceritakan sedikit tentang Thavchora padaku?” pintaku yang ditanggapinya dengan senyum yang menurutku sangat menawan dan sebuah anggukan. “Thavchora adalah negeri yang hanya kau temukan dalam buku dongeng setelah kehancuran itu terjadi,” ucapnya memulai cerita tentang tanah kelahirannya––yah, tanah kelahiranku juga.

“Semua khema dari berbagai suku hidup secara berdampingan dengan Nathan, ayah dari Joy eonnie, yang berperan sebagai Jgetys atau pemimpin bagi penduduk Thavchora.”

Ia menghela nafasnya, menggosok kedua tangannya hingga kulihat ada cahaya kemerahan yang terpancar dari sana, lalu menggenggam tanganku yang mulai kedinginan.

“Terima kasih,” ucapku sambil tersenyum malu dengan sikapnya yang berusaha menghangatkanku.

Ia tersenyum memaklumi sambil tertawa pelan. Lalu kembali melanjutkan ceritanya.

“Nathan punya tiga anak, Hanz, Lyle, dan Joy.. Mereka berasal dari klan Marqueaz. Dua kakak Joy eonnie adalah pengendali angin mengikuti elemen ayah mereka, sedangkan Joy eonnie seperti yang kau tahu, ia mengikuti elemen dari ibunya,” ujarnya sambil kembali melemparkan tatapannya pada langit tanpa melepaskan genggamannya dari tanganku. “Hanya Joy eonnie yang tersisa setelah bencana pemberontakan itu. Dia juga sangat menguasai eactnly, kemampuan menciptakan guncangan bumi yang menyebabkan retakan yang akan mengejar langkah musuh, atau bisa menimbulkan gumpalan tanah yang akan mengunci tubuh lawan. Mengagumkan, bukan?”

“Lalu kemampuan apa saja yang bisa kugali sebagai phortunees?” tanyaku polos seperti anak kecil yang sedang bertanya pada gurunya.

Ia tersenyum dengan senyuman yang mampu membuatku kembali lupa untuk menarik nafas.

Jaymyc (pusaran air), coursnstle (pengunci air), atau.. knforush (cambuk).. Kau akan menemukan bakatmu sendiri di antara ilmu-ilmu itu,” ujarnya yang hanya kujawab dengan sebuah anggukan.

“Kau tahu, Sohee? Kau menarik dan sangat baik menurutku,” ujarku tanpa sadar yang membuat rona kemerahan muncul di kedua pipinya.

Manis sekali.

 

**

 

(Author’s POV)

 

Noona!! Noona!!!”

Hyemi berjengit mendengar teriakan heboh yang ia tahu siapa pemilik suara yang bisa menggemparkan seisi rumah itu. Ia memberikan cangkir teh yang sudah terangkat ke udara dan akan menyentuh ujung bibirnya pada Yesung yang sejak tadi duduk di sisi ranjangnya, menemani Hyemi yang masih terlihat lemah.

Tak butuh berapa lama, Kyuhyun sudah membuka pintu dengan sedikit membantingnya, lalu berlari dengan kecepatan luar biasa––mengingat ia bisa berlari di atas udara––menghampiri Hyemi dan langsung melompat ke atas ranjangnya, membuat Hyemi dan Yesung melonjak kaget.

Noona, kau sudah sadar?! Haaah, syukurlah… Aku kira aku tidak akan bisa bertemu dengan pengendali air jelek sepertimu lagi,” ujar Kyuhyun heboh sambil menghambur memeluk Hyemi dengan erat yang membuat gadis itu meronta-ronta minta dilepaskan.

“Yaak…! Cho Kyuhyun, lepaskan aku!! Kau membuatku sulit bernafas,” seru Hyemi sambil memukul-mukul punggung Kyuhyun dengan kedua tangannya yang malah membuat Kyuhyun semakin mengeratkan pelukannya.

Noona, kau harus tahu bagaimana aku khawatir padamu yang hampir hangus di tangan pria safhire kurang ajar itu!” ujar Kyuhyun lagi yang tidak memedulikan jeritan Hyemi dan tidak menyadari keberadaan Yesung di belakangnya.

“Kyuhyun, lepaskan aku sekarang atau aku akan menggigitmu!” ancam Hyemi yang sama sekali tidak Kyuhyun gubris.

Noona, kau harusnya–– ARGH! KAU SERIUS MENGGIGITKU, HAH?!!!” jerit Kyuhyun kesakitan, sontak melepaskan pelukannya pada Hyemi dan membuat gadis itu menghela nafas lega. Ternyata ide menggigit bahu namja pengendali angin ini tidak begitu buruk. “Kau, jangan-jangan kau kanibal! Iya, kan?!” seru Kyuhyun heboh sambil menunjuk-nunjuk wajah Hyemi yang sedang menatapnya datar.

“Kalau aku kanibal, kau sudah kujadikan santapan makan malamku sejak kemarin, pabo!” balas Hyemi sembari mendaratkan kepalan tangannya ke puncak kepala Kyuhyun, membuatnya meringis kesakitan seperti anak kecil.

“Kau baru pulang dari sekolah, Kyuhyun? Semalam ini?” tanya Yesung, melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam dan seragam sekolah yang masih menempel di tubuh Kyuhyun.

Kyuhyun menoleh pada Yesung dan langsung menatap pria itu dengan sadis. Ia menunjuk-nunjuk wajah pria itu dan menatapnya sengit, lalu saat ia hendak menghambur ke arah Yesung untuk mencekiknya, Hyemi segera menyiramkan air dari telapak tangannya.

“Pfuah! Noona! Kenapa kau halangi aku, hah?! Biarkan aku membunuh pengendali api tak tahu diri ini!” teriak Kyuhyun sambil mengelap wajahnya yang basah dengan tissue yang ada di atas meja nakas.

“Kenapa kau baru pulang jam segini, hah? Jangan bilang kau mengemis di jalanan karena kekurangan uang untuk mentraktir pacarmu,” tanya Hyemi mengalihkan pembicaraan.

“Heeh!? Mana ada pengemis setampan aku! Jangan bicara sembarangan!” balas Kyuhyun tak terima.

“Lalu dari mana saja kau?”

“A-aku..”

Hyemi memicingkan kedua matanya menatap wajah Kyuhyun yang memucat, bingung mau menjawab pertanyaan Hyemi dengan jawaban apa. Gadis itu semakin mendekatkan wajahnya, menatap Kyuhyun dengan tatapan tajam, membuat Kyuhyun semakin terbata-bata menjawab pertanyaannya.

“Hhh… Ternyata kau benar-benar menjadi pengemis, ya?” ujar Hyemi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, menatap prihatin pada Kyuhyun yang semakin bingung dengan apa yang akan dijawabnya.

“Yaak…! Bukan begitu, aku hanya membututi gadis yang kusukai di sekolah saat pulang sekolah tadi!” seru Kyuhyun membantah ucapan Hyemi yang malah memancingnya untuk bercerita.

Kyuhyun menutup mulutnya dengan cepat dan membuat Hyemi tertawa terpingkal-pingkal melihatnya.

“Astaga, Kyuhyun.. Jadi kau sedang jatuh cinta, ya?” ejek Hyemi yang membuat rona merah memenuhi kedua pipi Kyuhyun.

Yesung terkekeh pelan, berusaha menahan tawanya melihat sikap kekanakan yang Kyuhyun dan Hyemi tunjukkan di depannya.

“Hah! Percuma saja aku ke sini. Padahal aku mengkhawatirkanmu, tahu!” ucap Kyuhyun sambil turun dari ranjang Hyemi dan keluar dari kamar itu, meninggalkan Hyemi dan Yesung yang sudah meledakkan tawanya.

 

**

 

(Yesung’s POV)

 

Jika aku sudah bisa memperbaiki hubunganku dengan Hyemi, apa aku bisa memperbaiki hubunganku dengan Sohee? Setelah menghindarinya selama sepuluh tahun dan bersikeras membantah fakta bahwa dia adalah adikku, aku tidak yakin dia bisa memaafkanku dengan mudah. Satu minggu waktu yang sudah kuhabiskan untuk tinggal di rumah ini. Tapi sedikitpun ia tidak pernah berbicara padaku seperti yang selama ini ia coba lakukan setiap kali aku berusaha menghindar darinya. Hanya Sungmin, Hyemi, dan Joy noona yang mau berbicara denganku, termasuk Kyuhyun tapi sayangnya namja pengendali angin itu tidak punya cara yang lebih baik untuk berbicara padaku. Mungkin dia masih membenciku karena apa yang sudah kulakukan pada Hyemi, noona kesayangannya.

 

“Bagaimana keadaan Hyemi?”

Aku berhenti melangkah ke arah dapur saat kudengar suara Sohee dari balkon. Kulihat dia sedang bersama pria phortunees itu, Lee Sungmin. Nada bicaranya lembut dan tidak sekasar saat ia bicara padaku. Apa aku satu-satunya orang yang ia benci di rumah ini?

“Kondisi Hyemi sudah mulai membaik, dan hubungannya dengan Yesung hyung juga sudah membaik. Kau tidak perlu khawatir, Sohee-ya.”

“Boleh aku tanya satu hal?”

“Apa?”

“Apa.. kau pernah merasakan bagaimana hangat sebuah keluarga?”

Baik aku maupun Sungmin tertegun mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir Sohee. Keluarga? Apa dia sudah gila bertanya hal seperti itu pada Sungmin yang tidak pernah bertemu dengan keluarganya?

“Tentu saja pernah,” jawab Sungmin beberapa saat kemudian dengan senyuman di bibirnya. “Biarpun aku dan Hyemi sejak kecil tinggal di panti asuhan, tapi kami merasakan bagaimana kebersamaan sebuah keluarga. Ada Han ahjumma yang berperan sebagai ibu kami dan di panti masih banyak anak-anak yang usianya di bawah kami yang sudah kuanggap sebagai adik. Mereka menyenangkan. Biarpun kehidupan di panti asuhan masih penuh dengan kekurangan, tapi kami selalu bisa tersenyum.”

Baik Sohee maupun aku terdiam mendengar penuturan Sungmin. Meskipun dia, Hyemi, dan anak-anak yang tinggal di panti asuhan itu tidak memiliki hubungan darah, tapi mereka bisa merasakan adanya ikatan sebuah keluarga. Sedangkan aku yang merupakan kakak dari gadis bernama Kim So Hee itu? Aku hanya bisa melanggar takdirku sendiri.

“Pasti menyenangkan sekali,” gumam Sohee sambil menatap langit di atasnya. “Dulu aku punya sebuah keluarga. Tapi seperti yang kau tahu, saat aku kecil kehangatan sebuah keluarga itu direnggut dariku. Aku rasa tiga tahun tak cukup untuk aku merasakan kehangatan sebuah keluarga, tapi semua itu terjadi. Dan kini selama bertahun-tahun aku hidup di dalam keluarga angkatku dengan perasaan sebatang kara yang tertanam di dalam hatiku.”

Sohee menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya pelan. Ia kembali mengalihkan tatapannya pada Sungmin yang juga sedang menatap sosoknya.

“Kau tahu Sungmin? Tinggal di panti asuhan dengan kehangatan sebuah keluarga yang kau rasakan lebih baik daripada aku yang diangkat oleh sebuah keluarga dengan mengejar seseorang yang selalu menghindariku selama sepuluh tahun,” ucapnya yang membuat dadaku terasa seperti ditusuk tombak berkali-kali, hingga jantungku hancur berkeping-keping.

“Tapi sekarang kau bisa menganggapku, Hyemi, Kyuhyun, dan Joy noona sebagai keluargamu. Dan juga.. bukankah Yesung hyung adalah kakakmu, Sohee-ya?” ucap Sungmin dengan senyum polos yang membuatnya terlihat sedikit manis untuk ukuran seorang namja.

Sohee tertawa pahit, lalu menjawab. “Apa aku masih bisa menyebut pria yang sudah mengatakan berkali-kali bahwa aku bukan adiknya sebagai kakakku?”

Saat itu juga, aku merasakan duniaku benar-benar hancur.

Tidak heran melihat Joy noona, Sungmin, Hyemi, Sohee, dan Kyuhyun yang sudah bisa menyesuaikan diri hanya dalam beberapa minggu di rumah ini dan langsung bisa menyatukan diri sebagai keluarga. Tapi aku? Aku yang pada kenyataannya adalah pria yang terlahir dari ibu yang sama dengan Kim So Hee bahkan tidak bisa menyentuh adikku itu barang seinci pun. Dia menghindariku, sama seperti aku menghindarinya dulu. Ah, tidak.. Mungkin aku salah. Ia bukan lagi Kim So Hee yang kukenal, ia Kang So Hee. Kang So Hee yang sama sekali dengan adikku yang dulu.

 

 

 

To be continued-

 

 

 

 

17 responses

  1. Wahh, alhamdulillah part ini keluar juga, aku udah nnggu lama, stiap hari aku cek di blog ini 😀 ! Makasih Author 🙂
    Ceritanya tmbah bkin penasaran:D apalagi klo udah tntang Yesung Oppa, tapi kpan hbungan Sohee dgn Yesung jdi baik ? kasian juga Yesung udah sadar tpi dijauhin 😦
    Ditunggu yah part selanjutnya 🙂 Keep Writing !

    February 27, 2013 at 10:26 am

    • hehe, miaaan… akhir-akhir sibuk jadinya ngepost part yg ini agak lama. mian yaa 😀
      iyasih ya, kasian juga si Yesung.
      tapi ya itulah namanya penyesalan, pasti nyadarnya pas di belakang2 dan datengnya telat.
      makasih yaa udh baca ^^

      February 27, 2013 at 12:16 pm

  2. nuyuuyy

    Seruuuuuuu ,, cepetan dong part 5 nya !!

    February 27, 2013 at 5:04 pm

    • okesip.. aku usahain cepet ya 🙂
      makasih ^^

      February 28, 2013 at 12:18 pm

  3. Ayunie CLOUDsweetJewel

    Akhirnya muncul jg ni part, stlah lm bkin pnsaran.

    Ngakak pas bagian Kyu bilang Donghae berwajah pas-pasan, Helloooooo… *Tampol Kyu

    oia, aku pnsaran dgn khdiran Donghae dsni, apakah dia musuh ato teman?!! ditunggu part selanjutnya

    February 27, 2013 at 8:08 pm

    • iya, maaf yaaaa~ 😀
      akhir-akhir ini lagi sibuk, mian ><
      wkwkwk Kyuhyun kan emang cowok narsis sepanjang masa yang ngerasa dia yang paling guanteng *bener kok Oppa* ehehehe 😀
      Rasa penasaran kamu adalah target aku di part ini loh, brarti part ini nggak terlalu mengecewakan lah 😀 hehe
      makasih yaa 😀

      February 28, 2013 at 12:18 pm

  4. deewookyu

    eeiiii………jadi curiga niiih sama si Donghae………

    dia penghianatkah….?
    bagian dari pembeerontak……??

    sedih liat sohee yg kecewa berat sama Jong woon….

    saaeengg…………..
    biasanya niihh…….
    Si Yesung kalo sdh mau baikan sama Yoejachingunya]/.’
    pastiiiiiiiiiiiii……aja
    ada adegan

    Kisseuu…………………..manaaaaaaa saeeng !!!!!!!

    February 28, 2013 at 3:52 pm

    • iya, kasian si Sohee TT^TT
      kali ini kisseu nya Yesung lagi absen eonnie..
      mianhae~~ *bow*

      March 2, 2013 at 11:27 am

  5. deadenisa16

    Aaaaaaaaa…..
    Bagussssss nya…
    Cepat di post in chapter slnjutnya…
    Mian bru komen ._.

    April 5, 2013 at 11:39 am

    • apanya yang dipost? =___=
      nanti mau ngepost the elements yang baru aja, dengan cerita yang baru. Hehehe… 😀
      tapi gak tau kapan mulai nulisnya. Lagi sibuk euy ^^

      April 5, 2013 at 11:40 am

  6. deadenisa16

    Apa aja boleh(?)
    cepetan euy.-. Ga sabar nih .-.

    April 5, 2013 at 12:42 pm

  7. deadenisa16

    Wkkwk, gatau.__.
    cepetan euy.-. Ga sabar nih .-.

    April 5, 2013 at 12:43 pm

  8. dClouds

    wkwkwkwkwk,, sumpah ngakak abis pas hyemi bener2 gigit si kyuhyun..
    sumpah, disini kyuhyun hiperaktif bener.. sampe geleng2 kepala *ckckckck,,

    aaahhh,, yesung oppa kasian,, pas dia udah mau sadar,, eehhh,, si sonhee yang mulai berubah..
    makin seru aja,, si donghae jadi apaan disini??

    lanjuuutttt 🙂

    June 11, 2013 at 3:12 pm

    • Weh si duo evil itu memang terlahir sebagai anak hiperaktif 😆 … Itulah penyesalan, datangnya selalu belakangan. Donghae jadi orang di situ 😀 *plakk*

      June 12, 2013 at 5:38 am

  9. udah g sabar
    lanjut part 5

    June 23, 2013 at 8:34 am

  10. entik

    Baca intro sohee jadi bnci yesung, apa kedepannya dia bkl jadi penghianat ya.?
    Dan sosok hae aku knp jdi mikir klo. Dia itu slh satu dari pemberontak ya??

    September 6, 2014 at 1:13 am

Leave a comment