You are a great person if you ready to fall when you try to jump

I Want It [4th Part]

I Want It

I Want It {Part 4}

.

.

Author: Ifa Raneza

|| SJ’s Yesung | Yoon Si Yoon |
Park Hye Mi (OC) | Kim Young Rim (OC) ||

PG-17 || Romance, Family, Angst, -fail-Thriller

Chaptered

 

I Want ItPart 1, Part 2, Part 3, Part 4,…

(!!!) Warning, sedikit mesum .___.v

 

**

 

“Apa yang kauinginkan?”

“Tidak banyak. Mungkin hanya ragamu dan… cintamu.”

“Kau gila.”

“That’s true.”

.

.

 

“Ugh…”

Hyemi membuka matanya dengan berat. Pusing masih terasa di kepalanya, hingga ia menyentuh kepalanya sendiri seraya bangkit dari posisinya. Ekor matanya mengawasi keadaan di sekelilingnya. Tidak ada siapapun di sini. Hanya ada dirinya di ruang gelap dengan pencahayaan dari sinar matahari yang masuk lewat jendela berdebu itu. seperti ruang kelas yang sudah lama tidak terpakai. Lantainya berdebu dan kursi serta mejanya tak lagi berada pada tempatnya dengan teratur. Ia seperti mengenal tempat ini, tapi… di mana?

Drrt

Ia tersentak merasakan sesuatu di saku rok panjangnya bergetar. Ia merogohnya dan melihat siapa yang menghubunginya di saat yang tepat ini. Oh, atau di saat yang sangat tepat?

Yeoboseyo, Jongwoon?”

**

 

Secara perlahan jari-jari itu bergerak, diikuti dengan pergerakan halus dari anggota tubuh yang lain. Kepalanya mulai terangkat dengan kedua matanya yang terbuka dengan berat. Rasa pusing masih terasa di kepalanya, disertai sakit yang ia rasakan di bahu hingga punggungnya.

Jongwoon mulai menggelengkan kepalanya pelan seraya bangkit dari posisinya di lantai. Tangannya menyentuh dinding sebagai penopang tubuhnya yang masih terasa berat. Butuh waktu dua menit untuk mengembalikan seluruh fokusnya, hingga pria itu menyadari ada sesuatu yang cair dan sedikit lengket menempel pada ujung jemarinya.

“Darah?” gumamnya setengah tak percaya mendapati ujung jemarinya dilumuri cairan merah pekat. Ia berbalik secara perlahan, mendapati lantai yang ia pijak terlihat seperti dilapisi karpet merah. Seperti karpet merah panjang yang mengantarkan langkahnya pada tubuh yang tergeletak tak jauh dari sana.

Jongin.

“Jongin-ah…” Jongwoon mendapatkan ingatannya kembali. Ia ingat saat ia tidak mendapati Hyemi di kamar tamu sekembalinya ia ke kamar itu. Ia ingat saat ia mendengar teriakan Hyemi dari kamar Jongin. Dan ia juga ingat wanita itu menuduhnya sebagai pelaku atas kematian Jongin hari ini.

Ia ingat. Dan ke mana perginya Hyemi sekarang?

Ia segera merogoh ponselnya di saku celananya, menekan-nekan tombolnya sesuai dengan angkat yang sudah ia hafal di luar kepala. Gerakannya terlihat terburu-buru, nafasnya pun memburu menunggu panggilan itu diangkat. Tak perlu menunggu lama suara seseorang di seberang sambungan sudah dapat ia dengar.

Yeoboseyo, Jongwoon?”

Rasanya Jongwoon baru menemukan cara untuk kembali bernafas dengan benar. “Hyemi!” Ia berseru saking leganya. “Di mana kau sekarang? Apa yang terjadi?” tanyanya memburu sambil melangkahkan kedua kakinya dengan cepat dan membuka pintu-pintu kamar yang dilewatinya.

“A–aku… Aku tidak tahu…”

Langkah Jongwoon terhenti. Sensasi aneh bergejolak di dadanya. “Apa maksudmu kau tidak tahu? Apa yang terjadi padamu sebenarnya?!” tanyanya tanpa sadar membentak wanita di ujung sana. Ia melirik kamar Siyoon yang baru saja dibukanya, lalu melangkah masuk dengan pelan.

“Aku… aku benar-benar tidak tahu ini di mana. Tadi sebelum kau pingsan, Siyoon memukulmu dan aku…” Suara Hyemi menggantung. Nafasnya mulai terdengar memburu. “Jongwoon! Kau harus berhati-hati pada Siyoon. Dia aneh!”

Kini Jongwoon mengacak-acak meja nakas di kamar Siyoon, mendapati beberapa lembar foto keluarganya yang dicoret tinta merah. “Maksudmu?” Suaranya terdengar waspada.

“Aku curiga.. jangan-jangan dia pelakunya selama ini.”

Mata Jongwoon memicing curiga, menatap foto-foto keluarganya yang sebagian dirobek dan sebagian lagi dicoret dengan tinta merah. Seolah-olah anggota keluarga di foto itu harus dilenyapkan. Tunggu… lenyap? Dan kenapa hanya foto Siyoon yang tidak dicoret di dalam foto keluarga itu?

“Aku melihat bekas kemerahan di ujung-ujung kukunya, dia juga… mengenakan pakaian serba hitam. Kau ingat orang yang pernah menyerang Youngrim? Bukankah orang itu juga—”

“Aku rasa kau benar,” potong Jongwoon. Matanya meneliti foto-foto di tangannya, memicing curiga. Jantungnya bekerja semakin cepat, bersamaan dengan otaknya yang juga tengah bekerja cepat, mencerna apa saja yang terjadi belakangan ini. Dan seperti potongan-potongan puzzle yang disatukan, ia menemukan jawaban di kepalanya.

“Hyemi, coba kaupikir lagi. Kau ada di mana sekarang? Beritahu aku, aku akan pergi ke sana sekarang,” ujar Jongwoon dengan nada memerintah, seraya melangkahkan kakinya cepat menuju lantai bawah dengan foto-foto yang tadi diambilnya dari meja nakas Siyoon.

“Tapi, aku…”

“Coba kaupikir lagi. Mungkin saja Siyoon membawamu ke tempat yang pernah kita bertiga datangi,” desak Jongwoon. Ia membuka pintu mobilnya dan dengan cepat masuk ke dalam, memasang seat belt dan bersiap menyalakan mesin.

“Ini.. di…” Suara Hyemi terdengar seperti sedang berpikir. Jongwoon menunggunya dengan tidak sabar, keringat dingin mulai membasahi dahinya. “Ini seperti di sekolah…”

“Sekolah?”

“Ya.” Hyemi berhenti sejenak. Terdengar bunyi derap langkah di ujung sana, mungkin milik Hyemi, dan beberapa saat kemudian suaranya terdengar tercekat. “Ini… high school,” ucapnya nyaris berbisik, membuat alis Jongwoon bertaut. “Sepertinya aku berada di high school tempat kita bersekolah dulu yang sudah ditutup beberapa tahun lalu.”

“Tunggu aku di sana, jangan melakukan hal-hal konyol. Siyoon mungkin saja juga sedang berada di sana,” ujar Jongwoon sambil menginjak gas mobilnya.

“Jongwoon.” Suara Hyemi terdengar seperti menahannya. Helaan nafas mulai terdengar, bersamaan dengan suaranya yang kembali terdengar. “Hati-hati. Maaf, aku sudah curiga padamu. Saranghae.”

Jongwoon mengangguk sambil menarik sudut bibirnya ke satu arah, meskipun ia tahu Hyemi tidak mungkin dapat melihat anggukan serta senyumannya. “Nado.”

**

 

Siyoon tersenyum lebar menatap gadis yang sedang meringkuk ketakutan di sudut ruangan. Ia melangkah masuk ke dalam ruang yang tak begitu luas itu. Mungkin salah satu ruangan yang dulu digunakan sebagai gudang.

“Youngrim-ah, Oppa datang membawa es krim kesukaanmu,” ujarnya riang seraya menyodorkan satu cup es krim rasa vanilla ke depan wajah gadis itu. Tapi Youngrim tidak meraihnya, ia hanya menyembunyikan wajahnya di antara lututnya yang dipeluk erat-erat. Sesekali Siyoon bisa mendengar suara isakan dari bibir gadis itu.

“Nah, ayo dimakan. Nanti es krimnya mencair.” Kini Siyoon telah menarik tangan Youngrim yang sedari memeluk lututnya, menyembunyikan wajahnya yang dipenuhi air mata.

Wajah pucat gadis dipaksa mendongak dengan mata yang diliputi rasa takut bertemu dengan bola mata gelap milik Siyoon. Senyum itu terlihat tipis dan tulus, tapi terlihat mengerikan di mata Youngrim. Ia tidak mengenal sosok ini. Ia merasa sosok itu bukan Siyoon, kakak angkat yang sudah dianggapnya sebagai kakak kandungnya sendiri. Melainkan iblis yang menggunakan tubuh Siyoon.

“Kenapa tidak dimakan? Kalau sudah mencair, es krimnya tidak enak lagi,” ucap Siyoon lagi dengan penekanan di nada bicaranya, seraya menyuapkan cup es krim itu langsung ke mulut Youngrim, memaksanya menelan es krim rasa vanilla yang memenuhi mulutnya.

Youngrim meringis, membuat isakannya kembali terdengar. Ia memegangi tangan Siyoon yang menekan rahangnya kuat-kuat, mencoba menyingkirkan cup es krim di mulutnya. Tapi nihil, hingga ia tersedak pun Siyoon masih terlihat memaksakan Youngrim menghabiskan es krim itu.

“Ck, tidak bisa diberi hati! Kenapa kau selalu menolakku, hah?!” teriak Siyoon seraya menjauhkan cup es krim dari wajah Youngrim.

Gadis itu kembali meringkuk ketakutan dengan sisa-sisa es krim yang memenuhi sekitar mulutnya. “Op—oppa… Jongin oppa…” isak Youngrim, tubuhnya bergetar ketika ia menyebutkan nama itu, membuat emosi Siyoon kembali merangkak naik.

“HENTIKAN!!!” Siyoon mengeraskan rahangnya. Tangan kanannya sudah mencengkeram cup itu hingga isinya berjatuhan di dekat kaki Youngrim. Ia meraih kepala Youngrim, mencengkeram helaian rambutnya yang terurai, membuat gadis itu meringis kesakitan. “Jongin si kakak kesayanganmu itu sudah kulenyapkan. Dengar? KU-LE-NYAP-KAN!! Hahahaha…!”

Youngrim membelalakkan matanya menatap Siyoon yang tertawa senang di hadapannya. Dilenyapkan? Apa maksudnya?

“Jong—Jongin oppa…”

Tawa Siyoon memudar, tatapan matanya yang tajam terlihat menusuk kedua mata Youngrim. “Kenapa kau selalu bergantung pada kakakmu yang manja itu, huh? Apa kau tidak lihat yang selama ini sayang kepadamu hanya aku. Hanya Siyoon Oppa yang menyayangimu sepenuh hati, sementara Jongin? Apa yang ia lakukan padamu? Dia meninggalkanmu hanya karena pertengkarannya dengan Jongwoon. Iya, kan? Bukankah itu jahat?”

Youngrim menggeleng kuat, membiarkan air matanya semakin menuruni pipinya yang tampak pucat. “Dia tidak meninggalkanku. Dia sudah pulang ke rumah, dia menyayangiku seperti yang lainnya.” Youngrim mencoba bersuara di tengah isak tangisnya. Sedangkan Siyoon sudah melepaskan helaian rambut gadis itu dari tangannya.

“Kenapa? Apa karena aku hanya kakak angkat, lalu aku tidak pantas mendapatkan kasih sayang yang sama darimu? Hah?!” bentak Siyoon. Ia bangkit dari posisinya dan menendang kursi kayu yang sudah patah di sudut ruangan. “Kenapa hanya aku yang merasa sendirian di keluarga ini?! Eomma, appa, Jongin, Jongwoon, dan kau! Kalian semua tidak pernah menganggapku ada!! Tidak pernah sekalipun menyayangiku dengan setulus hati!”

Youngrim merasakan tubuhnya bergetar hebat. Sekarang ia kembali memeluk lututnya erat-erat, berharap kedua kakaknya akan datang dan membawanya pulang sekarang juga.

“Ka—kami—kami menyayangimu, kok.. Ta—tapi..”

Siyoon berbalik, menatap Youngrim yang berusaha berbicara dengan suaranya yang bergetar. “Tapi apa?” tanyanya datar, menunggu kelanjutan kalimat Youngrim.

“Tapi kau saja yang.. tidak menyadarinya. Jongwoon oppa juga… selalu memerhatikanmu seperti saudaranya sendiri… Dan Jongin oppa… meskipun dia tidak suka padamu sejak kematian eomma dan appa, tapi dia masih menganggapmu sebagai kakaknya.”

Siyoon tersenyum lembut mendengar perkataan Youngrim. Tiba-tiba dia jadi teringat dengan kasus kematian kedua orang tua angkatnya itu. Kasus yang ia rencanakan sejak awal.

“Ah, omong-omong tentang eomma dan appa.. Aku tahu, Jongin mencurigaiku sebagai dalang dibalik semua itu. Dan kau tahu?” Siyoon mendekati Youngrim, kemudian kembali berjongkok dan menatapnya tepat pada kedua manik mata gadis itu. “Jongin benar, akulah pembunuh eomma dan appa,” lanjutnya, membuat kedua mata gadis itu membelalak tak percaya. Siyoon tertawa renyah, menertawakan wajah pucat Youngrim yang terlihat semakin pucat karena ketakutan.

“Kim Jong In yang malang, dia dibuang oleh kakaknya sendiri dari keluarga ini. Ckckck… Jika saja Jongwoon percaya padanya mungkin saja sekarang semuanya tidak seperti ini. Taemin masih bisa bernafas dan Jongin masih bisa tertawa bersamamu.” Ia kembali bangkit, membuka pintu gudang dan membuat cahaya di luar masuk ke dalam ruangan gelap dan pengap itu. “Tapi terlambat, mereka berdua sudah mati. MATI! Hahaha…!” Siyoon tertawa keras sembari membanting keras pintu gudang itu, meninggalkan Youngrim yang meringkuk ketakutan sambil menangisi keluarga kecilnya.

Taemin… Jongin… Eomma dan appa

Semuanya hancur di tangan Siyoon, orang yang sangat mereka sayangi seperti anggota keluarga mereka sendiri.

**

 

“YA, KIM JONG WOON!!! Jangan mengambil bagian Siyoon! Bukankah kau sudah punya bekal makan siangmu sendiri?” Nyonya Kim berteriak penuh amarah pada anak sulungnya. Sementara putra kecilnya itu hanya meringis sambil menutup kedua telinganya dengan raut wajah kesal. Ia menggembungkan kedua pipinya, membuat siapapun akan gemas saat melihat ekspresi kesalnya.

“Eomma, dengarkan aku dulu! Aku tidak mengambil bagian milik Siyoon,” elak Jongwoon sambil menunjuk-nunjuk anak lelaki sebayanya yang ia panggil Siyoon di sebelahnya. Anak lelaki itu hanya terdiam dengan wajah bingung, memandangi ibu dan saudara angkatnya yang sedang berdebat di depannya.

Nyonya Kim menatap Siyoon dan Jongwoon secara bergantian, sembari mengangkat sebelah alisnya bingung. “Lalu?”

Jongwoon menghela nafas. “Hari ini Siyoon ada latihan sepak bola di sekolah. Karena dia butuh energi lebih banyak dariku, jadi aku memberikan bekalku yang lebih banyak. Lagipula kalau Siyoon sakit aku tidak punya teman bermain lagi, kan.” Jongwoon kecil tampak menggembungkan pipinya sambil berkacak pinggang, membuat Nyonya Kim tertawa pelan mendengar penuturan polos putranya.

“Padahal masih ada Jongin yang bisa kauajak bermain, kan?” celetuk Tuan Kim, sembari membawa putra keduanya yang masih berusia dua tahun di dalam gendongannya, Kim Jong In.

Jongwoon menggerutu. “Tidak bisa, Jongin masih kecil jadi tidak bisa diajak bermain seperti Siyoon.”

Ayah dan ibunya saling berpandangan untuk beberapa saat sebelum tawa mereka meledak. “Kalian ini seperti anak kembar saja, tak terpisahkan!”

Siyoon melirik Jongwoon dengan senyum kecilnya mendengar ucapan ayah angkatnya itu.

“Hm.. Habis, aku kan butuh teman yang bisa diajak bermain di rumah. Iya, kan, Siyoon?”

Siyoon mengangguk dengan tersenyum lebar, menunjukkan susunan giginya yang rapi. “Ne!”

.

.

Jongwoon keluar dari mobil hitamnya yang sengaja diparkirkan di bawah pohon besar, agar tidak terlihat oleh siapapun yang berada di dalam bangunan tua di hadapannya itu. XX High School. Ia masih ingat betul nama sekolah tempat ia, Siyoon, dan Hyemi bersekolah delapan tahun yang lalu. Di tempat inilah mereka pertama kali bertemu dengan Hyemi, dan mengantarkan Jongwoon untuk menemukan sebuah rasa yang hingga kini ia rasakan pada wanita itu.

Siyoon yang mengenalkan wanita itu padanya, karena saat itu Hyemi berperan sebagai manajer klub sepak bola sekolah di mana Siyoon bergabung. Dan hasilnya, hingga kini Jongwoon masih bisa menggenggam tangan Hyemi sebagai kekasihnya.

Tap.

Jongwoon melangkahkan kakinya ke dalam halaman bangunan itu. Sekolah ini sudah ditutup sejak beberapa tahun lalu. Ia juga tidak habis pikir kenapa Siyoon membawa Hyemi ke tempat seperti ini. Dan ia juga yakin Siyoon membawa Youngrim ke tempat ini.

“YOUNGRIM, JANGAN!!!”

Jongwoon tersentak. Ia melepaskan pegangannya pada pagar besi yang sudah berkarat itu. Ia memutar kepalanya, mencari-cari sumber suara itu. Suara teriakan Hyemi, disertai suara tawa seseorang—Yoon Si Yoon.

“Youngrim, jangan melangkah sedikitpun! Eonnie akan datang ke sana. Kau tidak akan jatuh, Sayang. Eonnie berjanji!”

Jongwoon membeku di tempatnya mendengar teriakan barusan. Youngrim? Jatuh? Tiba-tiba terbesit di kepalanya tentang Youngrim yang menderita acrophobia, ketakutan terhadap ketinggian. Dan yang ia tahu, penderita acrophobia akan mendengar bisikan di dalam kepalanya untuk terjun dari tempat tinggi itu. Dan apakah Youngrim sedang berada di tempat yang tinggi sekarang?

Ia mencari-cari sosok Youngrim di atas gedung tua di hadapannya, sembari melangkah ke tempat yang lebih tertutup—seperti semak-semak yang ditutupi pepohonan besar agar Siyoon tidak menyadari kehadirannya. Kepalanya tetap menengadah, mencari adiknya di atap gedung itu.

“Di mana kau, Youngrim…?” gumamnya frustasi. Ia sudah menjambak rambutnya sendiri sambil meringis. Bukan karena kesakitan, tapi karena perasaannya terasa tak menentu. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada adik bungsunya itu? Setelah Jongin, ia tidak mau lagi adiknya mengalami hal yang buruk, bahkan mungkin lebih buruk dari apa yang dibayangkannya.

Jongwoon rasanya ingin menangis. Wajahnya sudah memerah padam, merasa tak sabar karena tidak juga mendapatkan sosok Youngrim. Kakinya masih melangkah pelan, sementara pandangannya terus disapukan ke seluruh penjuru. Dan tiba-tiba langkah Jongwoon terhenti. Kedua matanya membelalak dengan mulutnya yang sedikit terbuka menatap pemandangan di depannya—yah, tak jauh di depannya. Ah, tidak! Lebih tepatnya, di atas kepalanya.

“Youngrim—” Nafasnya tercekat. Rasanya darah di dalam tubuhnya membeku begitu saja. Satu pertanyaan—bodoh—terlintas di benaknya. Ini… mimpi buruk, kan?

“AAAAAAAA!!!”

 

**

 

Hyemi meringis merasakan telapak tangannya yang sudah memerah, sedikit lecet akibat membuka pintu kayu yang engselnya sudah berkarat itu dengan paksa. Ia menyandarkan punggungnya pada dinding di sebelah pintu, membiarkan tubuhnya melorot hingga terduduk di lantai berdebu dan menumpukan kepalanya pada lututnya sendiri yang sudah ditekuk. Nafasnya sedikit tersengal dan air mata sudah terasa nyata menggenang di pelupuk matanya.

Ia putus asa, sendirian, dan… takut. Pundak wanita itu terlihat sedikit berguncang, menahan isak tangisnya meski pipi putihnya sudah dinodai oleh air mata yang perlahan meluncur. Kepalanya dipenuhi bayangan orang-orang yang disayanginya. Orang tuanya, Jongwoon, Jongin, Youngrim, hingga Siyoon—oh, dan juga Taemin yang baru saja mengakhiri hidupnya. Dia masih tidak percaya Siyoon-lah dalang dibalik semua ini. Entah kecurigaannya itu benar atau tidak, tapi… ia yakin. Karena sesaat setelah pria itu memukul Jongwoon hingga pingsan, Hyemi merasakan sapu tangan dengan obat bius membekap mulut dan hidungnya.

Ia masih ingat pesan orang tuanya untuk berhati-hati ketika Hyemi memilih untuk tinggal sendiri di Seoul. Ia masih ingat senyum dan tawa Taemin, Youngrim, serta Taemin saat mereka berkumpul. Ia masih ingat wajah shock Jongwoon saat dituduh macam-macam oleh Hyemi. Ia ingat… dan ia merasa sangat bersalah pada pria itu. Seharusnya ia percaya sejak awal, seharusnya ia menjaga Jongin dan Youngrim. Seharusnya… seharusnya…

Cklek…

Hyemi mengangkat wajahnya, menatap pria berkaus hitam lengan panjang yang tersenyum lembut ke arahnya. Hyemi segera bangkit sambil menghapus air mata yang menggenangi pipinya dengan kasar, lalu melemparkan tatapan tajam pada sosok itu. Senyuman itu… rasanya sudah tidak artinya lagi bagi Hyemi. Senyuman itu palsu, hanya kebencianlah yang dapat Hyemi rasakan di balik senyum itu.

“Sudah bangun, Hyemi?” Pria itu mencoba menggapai Hyemi, tapi dengan kasar wanita itu menepisnya.

“Di mana Youngrim?” tanyanya cepat, tajam, dan dingin. Entah di bagian mana dari pertanyaan itu yang mengandung humor, hingga membuat pria itu—Siyoon—tertawa keras. Dahi Hyemi mengernyit heran. Pria ini sudah gila, pikirnya.

“Tenanglah, Si Kecil Youngrim sedang bersenang-senang. Kau tidak perlu khawatir,” ucapnya setelah suara tawanya pudar. Ia melangkah mendekat pada Hyemi yang sudah tidak bisa mundur lagi. Dengan cepat—bahkan sangat cepat, hingga Hyemi belum sempat mencerna apa yang pria itu lakukan—pria itu melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Hyemi, menariknya pelan hingga menubruk dada bidangnya.

Hyemi yang terkejut dengan perlakuannya berusaha mendorong dada bidang Siyoon, mencoba melepaskan dekapan pria itu meskipun hasilnya sia-sia. Siyoon tersenyum penuh arti melihat reaksi Hyemi. Wanita itu hanya bisa menatapnya tajam ketika menyadari tenaga Siyoon lebih besar darinya, membuatnya harus terjebak di dalam pelukan pria itu.

“Apa yang kauinginkan?” Sekali lagi nada dingin yang meluncur dari bibir wanita itu. Bibir yang beberapa hari lalu sempat dikecupnya dengan penuh cinta.

Siyoon melebarkan senyumnya. “Tidak banyak. Mungkin hanya ragamu dan…” Ia menggantungkan kalimatnya, mendekatkan wajahnya pada telinga Hyemi dan berbisik. “…cintamu.”

Mata Hyemi membelalak, ia kembali memberontak dari dekapan Siyoon, tapi tangan kokoh itu masih bertengger di pinggangnya. Kilatan emosi dan kebencian tampak menyala-nyala di bola mata wanita itu. “Kau gila,” desisnya, membuat Siyoon terkekeh dingin.

Ia mengangguk mengiyakan, dengan wajah tak bersalah tentunya. “That’s true.”

Hyemi tertegun. Suara pria itu barusan terdengar mencekam, membuat tubuhnya bergetar pelan, dan keringat dinginnya mulai terasa menuruni dahi serta lehernya.

Menyadari perubahan ekspresi wanita itu, Siyoon menggerakkan sebelah tangannya untuk menghapus titik-titik keringat di dahi dan leher Hyemi dengan lembut. Sangat berhati-hati, seakan-akan Hyemi adalah sesuatu yang sangat berharga dan rapuh.

Relax, Honey…” bisiknya seduktif, seolah menarik kesadaran wanita itu.

Hyemi tersentak, apa yang sedari tadi dilakukannya? Membiarkan pria brengsek ini menyentuhnya? Dengan cepat ia menepis tangan Siyoon yang masih menyentuh lehernya, seraya berkata dengan dingin. “Don’t-ever-touch-me.”

Siyoon tertawa. Ia menyukai wanita dingin. Tapi bukannya menurut, pria itu malah mendorong pundak Hyemi dengan keras hingga ia tersudut di dinding. Hyemi meringis merasakan punggungnya menghantam dinding dengan cukup keras. Dan terlebih, wajah Siyoon kini hanya berjarak kurang dari lima sentimeter dari wajahnya, hanya berjarak helaan nafas.

Tiba-tiba rasa sesak itu kembali muncul di dada Hyemi, Siyoon menyeringai di depan wajahnya.

“Kenapa kaulakukan ini padaku?! Kenapa kaulakukan ini pada kami?!” jerit Hyemi, tak kuasa lagi menahan air mata serta emosi yang terpendam di dalam dirinya. Kini isakan telah terdengar dari bibirnya. Persetan dengan anggapan cengeng atau apa, ia sudah tidak tahan lagi.

“Ssstt…” Siyoon meletakkan satu jarinya pada bibir Hyemi, kemudian mengusapnya dengan lembut. “Aku mencintaimu, Hyemi. Bahkan mungkin melebihi cinta yang Jongwoon berikan padamu.”

Hyemi ternganga mendengar perkataan Siyoon. Mencintai? Jadi ini yang dia sebut sebagai mencintai? Menyakiti orang-orang di sekitar mereka untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, ini bukan cinta, tapi obsesi.

“Kau gila! Kau tahu aku tidak pernah mencintaimu, Siyoon! Aku juga tidak pernah memberikanmu harapan!!” Hyemi memukul dada Siyoon, berharap pria itu segera menyingkir dan menghentikan kegilaannya ini. Tapi nihil, pria itu justru tertawa keras.

“Aku tahu. Karena pria itu, kan? Juga karena adik-adiknya yang tak berguna itu!” bentak Siyoon, membuat Hyemi terdiam saking terkejutnya. Mata Siyoon berkilat penuh amarah, sedangkan bibirnya sudah menghapus senyuman atau seringai yang tadi masih bertengger di sana.

“Ma.. maksudmu?” ucap Hyemi, mencoba bersuara meski suaranya yang terdengar seperti bisikan.

Siyoon menatapnya tepat di manik mata, membuat tubuhnya terasa membeku. “Sejak kau mengenalnya, aku tidak pernah lagi bisa mendapatkan perhatianmu. Ingat? Dulu kita berada di klub yang sama. Dan kau selalu memerhatikanku setiap saat,” ucap Siyoon, memulai penjelasannya yang mengantarkan ingatan Hyemi menuju masa lalu.

“Lalu…?”

“Sejak kau mengenal Jongwoon, kau semakin memerhatikannya. Kau melupakanku. Kau bahkan selalu menghabiskan waktumu untuk bermain bersama adik-adiknya. Kau menjadi wanita idaman di keluarga itu, dan itu membuatku sadar. Bahwa untuk mendapatkanmu, aku harus menyingkirkan keluarga itu.” Siyoon tertawa setelah menyelesaikan penjelasannya yang mampu membuat Hyemi tercengang. Jadi semua ini karena… dirinya?

“Jadi semuanya karena aku?” Hyemi menunjuk dirinya sendiri, dan Siyoon menggeleng.

“Akan kujelaskan sisanya nanti,” ujarnya seraya merogoh saku celananya, membuat Hyemi terlihat waspada. Ia takut pria itu akan melakukan hal yang buruk padanya. Sementara itu Siyoon hanya mengeluarkan sapu tangan berwarna putih dari saku celananya.

Sapu tangan?

“Kau harus melihat pertunjukannya sekarang.”

Dahi Hyemi mengernyit mendengar ucapan Siyoon. “Per.. pertunjukan?” bisiknya tak mengerti dan Siyoon hanya mengangguk semangat.

Kajja!” Ia membalikkan tubuh Hyemi dan menutup kedua matanya dengan sapu tangan itu. Sekarang Hyemi hanya bisa pasrah dengan apa yang bisa pria itu lakukan padanya. Dan di saat seperti ini, di mana Jongwoon?

**

 

“YA! Yoon Si Yoon, kau sudah membuatku menunggu satu jam! Ke mana saja kau, hah?!” teriak Jongwoon dengan kesal. Seragam sekolahnya sudah berantakan sekarang, dengan dasinya yang sudah tak seerat tadi pagi.

Yang diomeli hanya menyengir dengan wajah tak berdosa. Ia menepuk pundak Jongwoon, berharap itu bisa meredakan emosi saudaranya itu. Lalu ia beralih pada gadis di belakangnya yang hanya mengerutkan dahi tak mengerti.

“Ada urusan mendadak di klub sepak bola. Dan—oh iya, aku tidak bisa meninggalkan manajerku yang baik hati ini di sekolah. Kasihan, dia baru saja ditinggal sahabatnya yang seharusnya mengantarkannya pulang hari ini,” jelas Siyoon yang mendapatkan hadian berupa pukulan keras di pundaknya dari gadis itu.

Jongwoon hanya mengulum senyum kecil melihat sikap gadis itu. Gadis yang sedikit galak rupanya.

“Soonji tidak meninggalkanku, Siyoon-ah! Dia hanya perlu pulang lebih cepat hari ini,” omelnya dengan wajah kesal yang… manis? Ya, itu menurut Jongwoon.

“Aissh… Sudahlah! Kau membuatku mengabaikan saudaraku yang manis ini.” Siyoon menunjuk Jongwoon yang masih memerhatikan mereka dengan alis yang bertaut.

Pandangan gadis itu beralih pada Jongwoon, alisnya pun ikut bertaut, bingung. “Saudara?” ucapnya bingung. Jongwoon paham, marganya dan marga Siyoon memang berbeda, aneh jika mereka disebut saudara.

“Ini Jongwoon, saudara angkatku sejak kecil. Dan Jongwoon, ini Hyemi.” Siyoon menunjuk Jongwoon dan gadis itu bergantian, memperkenalkan mereka satu sama lain.

Kemudian Jongwoon mengulurkan sebelah tangannya, menunggu tangan Hyemi untuk menjabatnya.

“Joneun Kim Jong Woon imnida,” ucapnya menyebutkan nama dan masih menunggu Hyemi menyambut uluran tangannya.

Dengan ragu gadis itu menjabat pelan tangannya sembari menyebutkan namanya dengan suara yang teramat lembut, membuat Jongwoon sempat ragu, apa gadis di hadapannya ini benar manusia? Atau bidadari yang terjebak di dunia manusia?

“Park Hye Mi imnida.”

.

.

“Sedikit lagi. Yap, hati-hati. Ada tangga.”

Suara Siyoon terdengar pelan di telinga Hyemi, menuntun wanita itu untuk melangkah maju dengan hati-hati. Entah menuju apa, Hyemi tidak tahu.

Tap.. tap… tap.

Tangan Siyoon menahan lengan Hyemi, menandakan bahwa mereka sudah sampai di tempat tujuan. Kemudian kedua tangan kokoh itu beralih membuka ikatan pada sapu tangan yang menutupi kedua mata Hyemi, membuat wanita itu bisa melihat apa yang tersaji di hadapannya. Perlahan-lahan wanita itu mengedarkan pandangannya, tatapannya terlihat bingung.

“Ini… aula?” gumam Hyemi seraya berbalik menatap Siyoon yang berdiri di belakangnya sambil mengulum senyum kecil.

Pria itu mengangguk pelan. “Apa kau masih ingat? Di sini tempat kita sering membicarakan keperluan klub semasa SMA dulu.” Siyoon memutar kepala Hyemi, memaksa wanita itu untuk menatap pemandangan di luar aula melalui jendela yang beberapa kacanya sudah pecah.

Wanita itu menyapukan pandangannya pada lapangan basket di hadapannya, mencari-cari sesuatu. Tapi ia tak kunjung menemukannya.

“Apa.. Apa yang ingin kautunjukkan padaku?” tanyanya bingung.

Siyoon mendekat pada wanita itu, melingkarkan kedua tangannya di pinggang Hyemi, sementara dagunya ia sandarkan pada pundaknya.

“Kau tidak melihatnya?” Siyoon balik bertanya, membuat Hyemi mengerutkan dahinya bingung.

“Apanya?”

Siyoon terkekeh. Ia menunjuk satu titik di atas atap gedung di hadapannya, gedung yang dulu pernah digunakan sebagai hall sekolah. Seorang gadis tengah berdiri di tepinya, dengan kedua tangan yang diikat di belaakang punggungnya. Dan wajahnya yang sudah sepucat kertas, tampak ketakutan.

Hyemi terbelalak. Dia mengenali gadis itu.

“YOUNGRIM!” jeritnya tak percaya. Ia melonjak di dalam pelukan Siyoon, mencoba bergerak untuk menghentikan gadis itu, tapi percuma saja. Siyoon menahannya. “Apa yang kaulakukan?! Kenapa membiarkan Youngrim berdiri di sana?!” teriaknya murka ke arah Siyoon yang hanya tersenyum puas. “Apa kau tidak tahu kalau Youngrim menderita acrophobia—ketakutan terhadap ketinggian?!”

“Aku tahu,” sahut Siyoon enteng. Ia semakin melebarkan senyum iblisnya. “Itulah pertunjukan untukmu hari ini.”

Mata Hyemi membulat. Pria ini benar-benar sudah gila. “Apa?” bisiknya tak percaya. Ia hampir kehilangan kekuatannya saat ini, dengan melihat Youngrim yang bergetar ketakutan tengah berdiri di batas hidup dan mati.

Siyoon mengangguk pelan. “Kau tahu? Penderita acrophobia akan merasakan pusing, mual, dan tegang jika berada di tempat yang tinggi seperti itu.” Ia menunjuk Youngrim sekali lagi. Gadis itu tengah memerhatikan pemandangan di depannya, ketinggian yang membuatnya sulit untuk bergerak saking takutnya. “Ketegangan itu bisa membuat beberapa orang sulit berkata-kata, atau melakukan sesuatu. Kau tidak lupa, kan, kalau Youngrim itu anak yang penakut? Ia tidak akan bisa menyingkir dari batas kematian itu.”

Siyoon terkekeh puas. Sementara Hyemi masih membelalakkan matanya menatap Youngrim yang tampak menahan tangisannya di atas atap gedung itu.

“Dan apa kau tahu bagian yang paling kusuka?”

Hyemi menatap Siyoon dengan matanya yang sudah berair. “Mwo?”

Seringai Siyoon melebar. Ia mendekatkan wajahnya pada telinga Hyemi, membisikkan sesuatu di sana. “Penderita acrophobia akan mendengarkan bisikan di telinganya. Ah, tidak. Bisikan itu datang dari pikirannya sendiri. Bisikan yang menyuruhnya untuk segera terjun dari sana.”

Mata Hyemi rasanya ingin meloncat dari kelopaknya. Terjun? Siyoon gila, dia akan membunuh Youngrim di sana!

“KAU GILA!!! Hentikan sekarang juga! Kumohon, hentikan!” Hyemi kini memberontak di dalam pelukan Siyoon, ia mencoba menggapai gagang pintu yang tak jauh darinya. Tapi apa daya, tenaga pria itu lebih besar darinya.

Siyoon tertawa keras. Ia tidak pernah merasa sepuas ini. Melihat Hyemi yang seringkali mengomelinya atau tertawa di hadapannya berteriak ketakutan seperti saat ini membuat sensasi aneh di dadanya terasa begitu nyata. Dan ia menyukainya.

“Kau akan tetap di sini, Sayang, bersamaku,” bisik Siyoon tepat di telinganya, seraya mengecup pelan belakang telinga wanita itu, membuat Hyemi berteriak semakin histeris. Wanita itu terus memberontak, tapi hasilnya percuma saja. Ia hanya akan menyakiti dirinya sendiri di dalam pelukan Siyoon.

Hyemi melihat Youngrim menyeret kakinya ke depan, secara tidak sadar tentunya. Gadis itu terus menatap ke bawah, sambil meringis pelan. Gadis itu ketakutan. Hyemi tahu itu.

“YOUNGRIM, JANGAN!!!” teriaknya, berharap Youngrim mendengarnya di luar sana. Dan berhasil, gadis itu menoleh dan menatap Hyemi yang masih ditahan Siyoon di dalam aula melalui kaca jendela yang sudah pecah.

Youngrim membulatkan matanya. Isakan kembali keluar dari bibirnya dan Hyemi bisa melihat gadis itu menggerakkan bibirnya, seolah-olah menyebutkan kata “Eonnie…”

Hyemi mengacungkan telapak tangannya ke depan, seolah mencegah gadis itu untuk bergerak sedikitpun.

“Youngrim, jangan melangkah sedikitpun! Eonnie akan datang ke sana. Kau tidak akan jatuh, Sayang. Eonnie berjanji!”

Ya Tuhan, Youngrim masih berusia dua belas tahun. Ia masih terlalu kecil untuk mengalami hal-hal buruk seperti ini. Siyoon gila! Ia masih saja menahan Hyemi sambil tertawa seperti orang gila ketika wanita itu berniat untuk keluar dari aula dan menyusul Youngrim. Dan semua itu terjadi…

Semuanya berlalu begitu cepat, membuat Hyemi tak percaya apa yang barusan dilihatnya adalah kenyataan. Youngrim.. gadis itu… Ia jatuh?

“YOUNGRIM…!!!” jerit Hyemi. Suaranya bergetar, penuh keputusasaan, takut, dan… kecewa.

Ia kecewa pada dirinya sendiri yang tidak bisa melindungi dan menjaga Youngrim, seperti apa yang selama ini Jongwoon lakukan terhadap adik-adiknya. Hyemi merasakan lututnya melemas. Ia ambruk, dengan lututnya yang menghantam lantai berdebu itu dengan keras. Isakannya tak terdengar, tapi mulutnya terbuka saking shock-nya. Matanya juga terbelalak sambil mengeluarkan cairan bening yang mulai membanjiri wajahnya. Tubuhnya berguncang hebat, seperti baru saja dimasukkan ke dalam bongkahan es yang dingin dan menyakitkan.

Bibirnya bergetar, menggumamkan nama Youngrim beberapa kali, sementara matanya menatap lantai dengan nanar. Ia kecewa karena telah mengecewakan Jongwoon. Apa yang harus dikatakannya pada pria itu nanti? Apa yang harus diucapkannya ketika melihat pria itu kembali rapuh? Apa yang— Astaga, Jongwoon tidak akan pernah memaafkannya.

“Tidak akan ada lagi yang bisa menjadi pengganggu di antara kita, Hyemi..” ujar Siyoon senang sambil berlutut di depan Hyemi.

Hyemi menggerakkan bola matanya, menatap Siyoon dengan matanya yang terlihat tajam dan dingin. “Apa yang ada di jalan pikiranmu, Siyoon-ah?” ucapnya, nyaris berbisik. Mungkin pita suaranya sedikit rusak setelah berjerit dan menangis sedari tadi.

“Di pikiranku hanya ada dirimu, Sayang. Apa kau tidak menyadarinya?”

Hyemi menggeleng kuat, ia bahkan sampai memegangi kepalanya yang terasa berat. Tuhan, kumohon jadikan ini sebagai mimpi burukku!

“Kenapa kautimpakan semua ini pada Jongin?! Pada Taemin?! Juga pada orang tua kalian dan Youngrim?! Youngrim masih terlalu kecil, Siyoon-ah, dia masih dua belas tahun!” Kini Hyemi bangkit dari lantai, berjalan mundur menjauhi Siyoon hingga keduanya berdiri tepat di tengah-tengah aula sekarang.

Siyoon tertawa. “Mereka pengganggu! Mereka mencuri perhatianmu yang seharusnya hanya kautujukan padaku!” seru Siyoon, bibirnya telah menghapus seringai atau senyuman. Matanya terlihat tajam memenjarakan sosok Hyemi di dalam bola mata gelapnya.

Mwo? Siyoon, kau—”

“Oh, aku lupa satu hal. Jongwoon. Pria itu juga harus disingkirkan, bukan begitu?”

Tubuh Hyemi menegang mendengar nama kekasihnya disebut oleh pria itu. Seringai Siyoon perlahan muncul, membuat jantung Hyemi bekerja semakin cepat hingga ia rasa tulang rusuknya terasa seperti digedor dari dalam.

“Ap—apa yang akan kau—”

“MELENYAPKANNYA!” seru Siyoon dengan wajah senang. Ia sudah tidak sabar untuk menemukan Jongwoon dan melenyapkan saudaranya itu secepatnya.

Andwae! Kau tidak boleh melakukannya!” jerit Hyemi tanpa sadar, membuat Siyoon menatapnya dingin.

“Kenapa tidak?” desisnya dengan rahang yang mengeras. “Kau milikku, Hyemi! Kau milikku! Dan tidak ada yang boleh merebutmu dariku!” teriaknya dengan wajah murka. Ia murka, dan ia iri pada pria bernama Kim Jong Woon itu.

Dada pria itu bergerak naik turun, mengatur nafasnya yang terlihat tersnegal setelah berteriak seperti tadi. Sementara Hyemi hanya bisa diam, merasakan dadanya semakin dipenuhi rasa takut ketika menatap seringai Siyoon yang mulai muncul di garis bibirnya. Jari-jari tangannya bergetar dan terasa dingin, menatap langkah Siyoon yang mulai mendekatinya secara perlahan-lahan, membuatnya otomatis melangkah mundur.

“Ap—apa yang—apa yang akan kaulakukan?” Suara Hyemi tercekat dan kalimatnya terdengar tak beraturan. Dan sialnya, Siyoon hanya menanggapi ketakutannya dengan tersenyum licik.

“Aku ingin.. menjadikanmu sebagai wanitaku, Park Hye Mi,” bisiknya bersamaan dengan tangan kokohnya yang menarik Hyemi untuk kembali mengunci tubuhnya.

Hyemi memberontak karena Siyoon mulai melakukan hal-hal ‘aneh’ kepadanya. Kini pria itu menangkupkan tangannya pada kedua sisi wajah Hyemi, memaksanya dengan kasar untuk memberikan kecupan di bibirnya. Ya, bibir pria itu sekarang mengincar bibir Hyemi. Tapi Hyemi terus memberontak. Ia tidak rela jika bibirnya bertemu dengan bibir pria lain selain Jongwoon, meskipun Siyoon sudah pernah mencuri ciumannya tanpa sepengetahuan Jongwoon.

“Lepaskan!”

BUK!

Siyoon melepaskan Hyemi begitu saja dan tersungkur di lantai setelah mendapatkan tendangan di perutnya. Kesempatan itu tak dibiarkan Hyemi begitu saja. Wanita itu segera berlari menjauhi Siyoon, mencoba menggapai pintu yang masih berjarak kira-kira sepuluh meter darinya. Tapi ternyata Dewi Fortuna sedang tidak berpihak kepada wanita malang itu, Hyemi yang masih dilanda keterkejutan dan ketakutan harus mendapati sebelah kakinya ditarik sebuah tangan hingga tersungkur di lantai.

“Akh!”

Siyoon tertawa, mendapati Hyemi yang telah tersudut. Wanita itu tidak bisa lagi lari ke manapun. Siyoon sudah mengunci tubuhnya dengan kedua tangan kekarnya, membuat Hyemi tidak bisa bergerak sedikitpun.

“Lihat wajahmu. Aku benar-benar menyukai wajahmu yang seperti ini. Kau semakin terlihat menggoda,” ucap Siyoon seduktif, sambil mencekal kedua pergelangan tangan Hyemi di samping kepalanya. Hyemi memberontak, berjerit-jerit sekuat yang bisa, tapi sayang Siyoon belum juga mau beranjak dari atas tubuhnya.

Hyemi hanya bisa menangis, meraung-raung sesuka hatinya, meskipun itu tak dapat menolongnya dari Siyoon. Pria itu mulai berlaku kasar, dari memaksa untuk mencium bibirnya, hingga merobek kemeja dan rok panjangnya. Rok Hyemi yang awalnya sepanjang mata kaki kini menjadi rok pendek beberapa sentimeter di atas lutut, menampakkan kedua kaki jenjangnya dengan bebas.

“Henti— Kumohon, hentikan…”

BREET…

Kali ini lengan kemeja Hyemi dirobek dengan mudahnya. Beberapa kuku Siyoon tanpa sengaja menekan kulit wanita itu dengan keras, meninggalkan luka bekas cakaran di kulitnya yang putih. Sakit.. rasanya lebih menyakitkan dari apapun. Hyemi tidak ingin merasakannya lagi, membayangkannya pun tidak mau. Lagipula Jongwoon tidak pernah melakukan hal-hal yang kasar padanya, membuatnya kembali berpikir di mana Jongwoon sekarang, apa yang sedang pria itu lakukan sehingga membiarkan Hyemi ‘diserang’ pria gila ini.

Tangan Siyoon bergerak cepat untuk membuka kancing kemeja Hyemi satu persatu ketika pintu ruangan itu dibanting dengan keras dan satu bayangan terlihat di lantai berdebu itu.

Keduanya sama-sama menoleh ke arah pintu, di mana sosok itu tengah berdiri dengan kedua matanya yang terbelalak tak percaya, seraya menatap tajam ke arah Yoon Si Yoon.

“Jong.. Jongwoon…” Suara Hyemi terdengar seperti bisikan. Bisakah ia berlari ke arah pria itu dan berlindung di belakangnya?

-To be continued-

 

 

Note: So sorry if this story become strange >___< I have no free time to edit this plot and any idea for this. Once again, I’m so sorry… >< *bow*

But, I still love your comments. ^^

KAMSAHAMNIDA~

27 responses

  1. *call iron man* XD

    August 24, 2013 at 3:13 pm

  2. Siyoon psikopat sekali ugh. Sayang deh Kai udah mati gitu aja. Semangat ifa part 5!

    August 24, 2013 at 3:59 pm

    • Iya kasian abang Kai~~~ TT^TT
      makasih yaa 😀

      August 25, 2013 at 6:06 am

  3. udh mulai tegang… TBC? aduhhh gnggu deh tuh TBC… #garuk tembok… 😀

    yiiipppyyyyy bang yeye berubah jd dangkoman… ckckck
    penasaran d part 5, ini keren beud sumpeh… semngat authorrr… 😀

    August 24, 2013 at 11:57 pm

    • Dangkoman? .___.)a itu jenis superhero yg baru ya? wkwkwk 😆
      Makasih yaa ^^

      August 25, 2013 at 6:05 am

  4. lee

    Siyoon itu gila kali yaaa!!!!
    Gara2 terobsesi sama satu cewe,, keluarganya sendiri disingkirin…..
    Lanjut thor

    August 25, 2013 at 5:43 am

    • dia memang gila! >< #apadeh
      thanks for read chingu ^^

      August 25, 2013 at 6:04 am

  5. Ayunie CLOUDsweetJewel

    Akhirnyaaaaa, my hero datang. *UsapDada

    Dasar Siyoon psikopat, ngeri banget ma orang kayak gitu.

    August 25, 2013 at 7:44 am

    • Yeay, Hero! 😀
      Iyap… hati-hati ya kalo ketemu~ #eh

      thanks for read :*

      August 25, 2013 at 7:46 am

  6. putrizahra_ELFClouds

    eonni jahat
    lagi tegang2 nya udh TBC..
    part 5 yaa eonni

    August 25, 2013 at 9:40 am

    • aku ngga jahat kok >___<
      part 5 lagi diproses dek, makasih udh baca+komen ^^

      August 27, 2013 at 11:52 am

  7. fitria

    wow,ada sdkit kata2 siyoon yg baik,jd ngebayangin siyoon yg romantis,senyum’a yg imut. Tp gk suka bagian akhir’a*gila bgt deh. Jongwoon cepat hajar siyoon. D’tunggu next’a

    August 25, 2013 at 2:18 pm

    • Siyoon memang imutnya ngga ketulungan >< Tapi kalo dipikir-pikir justru wajah imut-imut marmut(?) itulah yg cocok jadi cowok psikopat #digorokSiyoon. hehehe… Gomawo udh baca+komen 😀

      August 27, 2013 at 11:53 am

  8. Iyoung Gaemfly407

    Menegangkan!! Siyoon dasar gila, raja tega!! Smg Jong Woon dpt mngalahkan Siyoon!! Next’ny d tnggu^^ fighting!!

    August 26, 2013 at 4:59 am

    • Aaa~ bukan, Siyoon itu raja hatiku ;;) #dicekekYesung
      Amin! Btw kok Yesung kayak pahlawan bertopeng di sini? wkwkwk 😆
      gomawo 😀 *bow*

      August 27, 2013 at 11:54 am

  9. saeng,gmn nasib Youngrim??meninggal to berhasil d selamatkn Jongwoon?
    Untung Jongwoon cpt dtng.gmn cb nasib Hyemi low dia telat sdikit lg.
    D tunggu next part.a z… 🙂

    August 26, 2013 at 5:21 pm

    • itu masih rahasia eonnie~ >< Omooo~ ngga kebayang nanti Hyemi bajunya robek-robek kayak gelandangan *digorok Hyemi* peace 😉
      thanks for read eonnie ^^

      August 27, 2013 at 11:55 am

  10. liyahseull

    kyaaa eonni ♥ aku girang bgt ternyata yesung di sini bukan yg jahat nya Xd
    yah walaupun cerita nya cukup miris kan yah ;(

    August 26, 2013 at 9:19 pm

    • Hiks miris sekali disini ceritanya dek TT^TT
      Makasih ya udh baca+komen {}

      August 27, 2013 at 11:56 am

  11. monitaa

    ASTAGA ASTAGA! KENAPA TBC DI SAAT SERU2NYA CHINGU *nangis TT^TT lanjutannya jgn lama2 y chingu,gereget banget ini,jgn ada yg mati2 lagi toloooong><

    August 28, 2013 at 11:51 am

    • biar seru makanya di TBCin pas bagian yang paling gereget chingu XD
      Makasih ya udh baca+komen 😀

      August 29, 2013 at 1:05 pm

  12. inggarkichulsung

    Psikopat bgt Si Yoon nya, Jong Woon oppa please sgr temukan Hyemi dannjgn smp Hyemi sdh diapa2kan oleh Si Yoon.. ditunggu kelanjutannya chingu

    September 1, 2013 at 7:46 am

    • gomawo udh baca+komen chingu ^^

      September 4, 2013 at 1:00 pm

  13. YeRie

    Annyeong, author-nim! ^^
    Hwaaaaa aku tuuh pengen baca FF ini, tapi pengen FF nya udaah selesai sampe part akhir.. Jadi aku nunggu onnie publish part selanjutnya dan selanjutnya, ayo dong onnie tulis lagii ><

    September 14, 2013 at 12:59 pm

  14. Rasty Resty

    Ga ada yg niat manggil polisi ya??
    Tu mayatnya si jongin ga ada yg runguin,,
    Kasian,,
    Hahah kq jadi keinget ksana,,

    Malahan tegang bacanya nih,,

    Nunggu part 5 aja ahhh

    September 22, 2013 at 5:00 pm

  15. nae.ratna

    hadeuh siyoon psikopat gila
    orang ga bersalah malah pada di bunuhin
    geregetan baca.a pengen tak bejek2 tuh siyoon
    hadeuhhhh

    March 7, 2015 at 3:15 pm

Leave a comment