You are a great person if you ready to fall when you try to jump

{Snow White’s Destiny Sequel} Kill The Obsession [Part 7]

killtheobsession-cover

Kill The Obsession

{Sequel of Snow White’s Destiny}

Part 7

.

.

Author: Ifa Raneza | Cast: SJ’s Yesung & Kyuhyun, EXO’s Suho, Park Hyemi (OC), Kim Soon Hee (OC), Lee Hye-Ah (OC) | Genre: Family, Romance, Hurt, Marriage Life | Rating: PG-17 | Length: chaptered

.

.

“Aku tak punya pilihan lain selain menjadi pria kejam yang akan memisahkan kalian.”

Suara berat Jongwoon masih terngiang-ngiang di telinga Kyuhyun. Pria berkulit pucat itu memijit pelipisnya sambil sesekali menghela nafasnya dengan berat. Sejak awal permainan yang dibuatnya (baca Snow White’s Destiny), ia tak pernah sedikitpun menyangka akan membuat masalahnya jadi serumit ini. Terlalu banyak orang yang ia sakiti dan terlalu banyak hutang akan luka yang harus ia bayar. Ia merasa tak kuat, namun ia tak bisa mundur.

“Bukan aku…”

Kepala pria itu mendongak, mendapati wanita yang selama bertahun-tahun tak ia anggap keberadaannya. Wanita itu tampak pucat dengan matanya yang terlihat memerah dan bibirnya yang bergetar. Oh, Soonhee… Ada apa denganmu? Kau membuatku semakin merasa tak berguna.

“Soonhee-ya—”

“Bukan aku, Oppa.” Soonhee menggelengkan kepalanya dengan kuat, cairan bening mulai menganaksungai di kedua pipinya yang terlihat makin kurus. “Aku tidak pernah membuat keputusan seperti itu,” ucapnya pelan bersamaan dengan Kyuhyun yang bangkit dan menyentuh kedua pundaknya.

“Aku percaya padamu,” ujar Kyuhyun pelan. Ia berusaha tersenyum, meski rasanya sakit melihat air mata yang jatuh dari mata Soonhee. “Jangan menangis, Hee… Kau membuatku makin merasa tak berguna.”

Kedua tangan besar Kyuhyun menangkup kedua sisi pipi Soonhee, menghapus air mata yang menggenang di sana. Secara perlahan ia meraih kedua pundak rapuh itu lagi, kemudian menariknya ke dalam sebuah pelukan. Kyuhyun dapat merasakan rapuhnya Soonhee, kedua bahu wanita itu berguncang kuat. Sesakit itukah, Soonhee-ya? Kenapa kau rela membuang air matamu hanya demi aku?

“Maafkan aku, Oppa. Selama ini aku selalu menyalahkanmu,” bisik Soonhee di antara isakannya. “Aku selalu menjadikanmu sebagai orang yang bertanggung jawab atas rasa sakitku. Aku membencimu, Oppa. Tapi aku tak bisa melupakanmu. Aku lupa jika aku juga bersalah karena telah memilih untuk hidup denganmu, meski aku tidak tahu apakah kau juga memiliki perasaan yang sama denganku—”

Wanita itu merasa melayang, sesaat ketika ucapannya dipotong oleh sebuah sentuhan yang tak duga-duga akan mampir padanya. Ia menutup matanya perlahan, sedikit menikmati sentuhan yang hanya berlangsung sepersekian detik yang belum pernah ia rasakan itu. Sesuatu yang membuktikan ketulusan Cho Kyuhyun yang tak pernah ia rasakan.

Wajah Kyuhyun menjauh, melepaskan tautan yang ia buat beberapa detik lalu. Keduanya terdiam, sibuk dengan pikiran masing dan menangkap oksigen untuk mengisi paru-paru mereka, meski bibir mereka hanya bertaut tak lebih dari lima detik.

“Apa kau mencintaiku, Soonhee?” bisik Kyuhyun, menatap dalam ke arah bola mata Soonhee yang masih terlihat basah. “Apa kau masih mencintaiku?” ulangnya lagi.

Soonhee terdiam, menatap kedua bola mata Kyuhyun yang berwarna gelap. Kedua tangan pria itu semakin erat menggenggam tangannya. Hati kecilnya mulai berbisik. Sesuatu akan terjadi.

“Aku tak akan menghalangimu lagi kali ini, jika kau memang benar-benar ingin berpisah denganku.”

.

.

“Aku ingin hidup bersamamu, Soonhee-ya.”

.

.

“Aku ingin memperbaiki semuanya. Bisakah?”

.

.

“Jika bisa… maukah kau pergi jauh bersamaku?”

 

**

 

Tuk… tuk… tuk…

Hyemi masih berkonsentrasi memotong sayuran di hadapannya. Salah. Ia sama sekali tak bisa berkonsentrasi. Bayangan Suho yang muncul kembali di kehidupannya membuatnya tak bisa tidur semalaman. Ia belum menceritakan pertemuan tak disengajanya itu pada Jongwoon. Entahlah, mungkin nanti ia akan bercerita saat waktunya tepat.

“Kau masih saja sibuk sementara suamimu baru saja tiba.” Suara Jongwoon mengejutkan Hyemi. Terlebih pria itu secara tiba-tiba memeluk pinggangnya dari belakang, membuat wanita itu terlonjak dan tak sengaja melukai jarinya.

“Auww…” ringisnya, membuat Jongwoon melepas pelukannya dan secara halus membalikkan tubuh istrinya itu. “Gwaen—Gwaenchana,” ujarnya pelan ketika Jongwoon menyeka darah yang keluar dari ujung ibu jarinya, kemudian menghisapnya perlahan agar tidak ada lagi darah yang keluar.

“Maaf jika aku mengejutkanmu,” sesal Jongwoon. Sebenarnya ia tak salah jika dipikir-pikir. Jongwoon sudah memanggil nama Hyemi ketika baru saja memasuki ruang tengah. Biasanya wanita itu akan menyambutnya begitu ia tiba, namun kali ini sesuatu yang aneh terjadi. “Apa kau memikirkan sesuatu, Hyemi-ya? Kau tidak seperti biasanya hari ini,” ujar Jongwoon, mulai membuka pembicaraan sambil menarik kursi di sisi meja makan.

Ia memerhatikan Hyemi yang tengah membalut lukanya dengan plester luka yang diambilnya dari kotak P3K beberapa saat lalu.

A—Aniyo.” Hyemi menggigit bibir bawahnya. Seharusnya pria itu sudah pindah dari Seoul bertahun-tahun yang lalu. Pikirannya mulai melayang. Nama Suho benar-benar mengganggu hidupnya. Ia takut setelah Kyuhyun, Suho akan mengganggu ketentraman hidupnya seperti bertahun-tahun yang lalu.

Jongwoon menghela nafasnya perlahan. Ia meraih gelas di tengah-tengah meja makan dan menuangkan air ke dalamnya. “Kau bisa bercerita padaku jika kau mau. Kau tahu aku selalu ada untukmu, bukan?” Sialnya, Jongwoon selalu bisa membaca pikirannya.

Hyemi terdiam sebentar, menatap wajah Jongwoon yang sedang tak menatapnya. Pria itu sibuk membuka surat kabar yang dibelinya di dekat rumah sakit. Tidak ada sedikitpun kecacatan yang bisa membuat perasaannya berkurang pada pria ini. Namun selalu ada rasa takut. Takut akan kehilangan yang bisa saja terjadi secara tiba-tiba.

OppaSeandainya aku bisa hidup selamanya bersamamu.

“Aku mencintaimu, Hyemi.”

Mata Hyemi mengerjap pelan, kemudian membulat. “Ne?”

Seandainya aku bisa hidup selamanya bersamamu.” Jongwoon menirukan ucapan Hyemi, membuat wanita itu semakin membulatkan matanya. Hyemi tak sadar jika ia mulai menyuarakan isi pikirannya. Kemudian pria itu tersenyum tipis. “Aku juga berharap seperti itu. Aku mencintaimu, Sayang.”

Kedua pipi yang kini terlihat sedikit berisi itu mulai menampakkan semburat merah, membuat pria yang menatapnya semakin tersenyum lebar. Hyemi menunduk, menyembunyikan rona di sekitar pipinya yang semakin terlihat jelas. Mereka bahkan sudah empat tahun menikah, namun rasanya seperti baru kemarin mereka saling jatuh cinta.

“Oh ya, ke mana Hyewoon? Aku belum melihatnya sejak tadi,” ucap Jongwoon tiba-tiba, seraya beranjak dari kursinya.

“Dia masih tertidur sejak tadi siang,” ucap Hyemi, menahan lengan suaminya itu. Jongwoon hanya menatapnya bingung. “Duduklah, aku ingin bicara.”

Pria itu menuruti ucapan Hyemi dan dibuat bingung oleh sikapnya yang hanya terdiam dan terlihat gelisah. Jongwoon masih tetap menunggu hingga Hyemi terlihat menarik nafasnya dalam-dalam dan mencoba mengucapkan isi pikirannya.

Oppa…” Hyemi menggenggam tangan Jongwoon erat-erat, seolah ini adalah detik terakhir mereka dapat saling menggenggam tangan. “Kau—Mm… maksudku—Uhh—” ucap Hyemi gelagapan, ia bingung harus memulai dari mana.

Jongwoon hanya mengerutkan dahinya tak mengerti dengan ucapan Hyemi. Di tengah kebingungannya itu, ia menyentuh pelan sebelah pipi Hyemi dan mengusapnya lembut.

“Ucapkan apa yang ingin kau ucapkan. Aku akan mendengarkan, eoh?” ujar Jongwoon sambil tersenyum hangat. Sedikit geli dengan sikap Hyemi yang seperti anak sekolah dasar akan mengikuti ujian pertamanya.

Hyemi menatap mata Jongwoon dalam-dalam. Haruskah ia bilang? Atau…

“Katakanlah. Ada apa?”

“Aku bertemu dengan Kim Joon Myeon,” ucap Hyemi cepat. Secepat itu ia berucap, secepat itu pula otot-otot di tubuh Jongwoon serasa melemas.

Tatapannya terlihat kosong dan tanpa ia sadari tangan kanannya yang tadi menyentuh wajah istrinya sudah jatuh di samping tubuhnya. Otot-otot wajahnya mulai menegang bersamaan dengan kerja otaknya yang mulai mencerna ucapan Hyemi barusan.

Mwo?” bisiknya. Rahangnya terlihat mengeras dan Hyemi tak sanggup melihat itu.

Oppa, aku bertemu dengan Suho,” ulang Hyemi lagi, menekankan nama itu jika memang Jongwoon lupa siapa itu Kim Joon Myeon.

Jongwoon memejamkan matanya perlahan, menghembuskan nafasnya secara perlahan, kemudian mulai meluruskan tatapannya pada wajah yang tengah menatapnya dengan cemas.

“Kapan dia kembali?” ucap Jongwoon, kali ini dengan lebih tenang, namun ia masih belum dapat menyembunyikan ketegangannya.

Hyemi menggeleng. “Oppa, dia tahu kalau aku masih hidup,” bisik Hyemi bergetar yang hanya menimbulkan seulas senyuman tipis di wajah Jongwoon. “Aku takut…”

Wajah itu kini dipenuhi rasa takut, cemas, dan gelisah. Perlahan mata bening itu dipenuhi dengan cairan yang tak pernah Jongwoon inginkan untuk menggenang di sana. Ia tak pernah berharap cairan itu menggenangi mata dan wajah wanitanya, terlebih jika mengalir di kedua sisi wajah yang selalu ia puja. Bahu Hyemi berguncang pelan, ia menundukkan wajahnya dan membuat air mata itu mengalir lebih cepat di pipinya.

Yaa… Jangan seperti ini,” bisik Jongwoon menyentuh kedua pundak Hyemi yang terlihat lemah. Beban yang berada di pundaknya itu terlalu berat.

“Aku takut. Apa—apa yang akan pria itu lakukan jika—”

Ucapan Hyemi terpotong, Jongwoon meletakkan telunjuknya tepat di depan bibirnya. Ia menarik tubuh lemah itu ke dalam dekapannya dan memeluknya erat.

“Tidak akan ada yang terjadi, Hyemi. Kau harus yakin itu,” bisiknya sambil sesekali mengecup pelan puncak kepala Hyemi. “Jika dulu dia bisa melakukan sesuatu untuk bisa memisahkan kita, sekarang dia tidak akan bisa melakukan apapun. Karena sekarang—”

Hyemi memejamkan matanya dan merasakan detak jantung Jongwoon menyapa indera pendengarannya. Ia tetap mendengarkan ucapan Jongwoon yang menggantung bersamaan dengan tangan Jongwoon yang mengusap punggungnya menenangkan.

“—kau adalah milikku. Selamanya akan begitu. Selamanya.”

 

**

 

“Jika bisa… maukah kau pergi jauh bersamaku?”

 

Masih belum dapat ia percaya, Soonhee kini berada di sebelahnya. Wanita itu duduk dengan tenangnya dengan mata terpejam damai. Kyuhyun menyentuh puncak kepala wanita itu sembari mengusapnya perlahan tanpa mengganggu tidurnya. Ia tidak ingat bagaimana pastinya, tapi kini mereka duduk di dalam kereta yang akan membawa mereka pergi jauh. Ya, jauh sekali.

Kyuhyun tak dapat berpikir apa-apa lagi selain membawa wanitanya pergi sejauh mungkin dari orang-orang yang ingin memisahkan mereka. Wanitanya? Kyuhyun meringis. Ia masih mengingat dengan baik bagaimana dulu ia menyakiti Soonhee, lalu kini ia menyebutnya sebagai wanitanya.

“Maafkan aku, Soonhee. Kumohon, maafkan aku,” bisiknya pelan, kemudian mendaratkan ciuman panjang pada dahi Soonhee.

Ia mengusap pipi tirus wanita itu, mencoba merasakan betapa sakitnya ketika tangannya mendarat di sana dengan keras. Bayangan-bayangan kelam itu mulai melintas di pikirannya. Bayangan ketika ia memukul wajah Soonhee. Ketika ia menjambak rambut panjang itu. Ketika ia berteriak hingga Soonhee menangis.

Kyuhyun bahkan tak sadar jika matanya memerah dan air mata mulai membasahi mata itu. Ia dapat merasakan sakitnya. Ia merasakan perasaan Soonhee-nya. Dan ia tertegun. Bagaimana bisa wanita seperti Soonhee menahan rasa sakit itu.

Lalu tiba-tiba bayangan Hyemi memasuki pikirannya. Bagaimana ia bisa memperbaiki semuanya? Kehidupan adik tirinya itu hancur karena dirinya juga. Kyuhyun yang memulai semuanya, dari awal hingga Hyemi memutuskan untuk bunuh diri dan juga menutupi apa yang terjadi setelahnya.

Tidak ada orang waras yang bisa melakukan semua itu, dan ia membuat Hyemi terpaksa melakukan hal itu. Hyemi harus hidup dengan terus bersembunyi. Cho Kyuhyun, dapatkah kau membayangkan hal itu terjadi pada salah satu anggota keluargamu?

Sebuah suara menginterupsi lamunan Kyuhyun. Pria itu merogoh tas Soonhee dan mendapati sebuah panggilan masuk pada ponselnya.

Jongwoon oppa.

Kyuhyun berpikir sejenak. Lalu dengan satu gerakan, ia memutuskan untuk menolak panggilan tersebut. Ia menekan tombol yang lain dan menonaktifkan ponsel itu. Ia menatap Soonhee yang masih tertidur di sebelahnya, lalu mengeratkan pelukannya pada pundak wanita itu.

“Maafkan aku, Soonhee…” bisiknya pelan, memeluk Soonhee protektif. “Aku ingin memilikimu, aku menginginkanmu.”

Kali ini Kyuhyun menemukan sesuatu yang merupakan miliknya. Ia menemukan perasaannya. Ia menemukan wanitanya.

 

**

 

Dengan gerakan cepat, Jongwoon memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana kainnya. Ia belum mengganti pakaiannya, juga belum menyentuh makan malamnya. Hari ini ia belum berbicara dengan adik tersayangnya, tapi apa yang dia dapatkan bukanlah hal yang membuat suasana hatinya membaik.

Oppa, kau belum menyentuh makananmu,” ujar Hyemi lembut yang entah sejak kapan masuk ke kamar mereka.

Jongwoon berbalik, mengulas senyum kecil yang terlihat begitu palsu. “Aku akan menyusul.”

Sialnya, Hyemi dapat membaca sesuatu yang tak beres pada ekspresi suaminya.

“Sesuatu telah terjadi, apa aku benar?” tanyanya hati-hati. Hyemi menyentuh pundak Jongwoon, matanya menelusuri setiap pergerakan yang dibuat pria itu, termasuk pada wajahnya.

“Soonhee—” Ucapan Jongwoon terputus. Tidak, sesuatu yang buruk tidak mungkin terjadi pada Soonhee. Mungkin saja adiknya itu sedang melakukan sesuatu atau memang tidak bisa diganggu sehingga ia harus memutuskan panggilannya. Jongwoon terus mensugesti pikirannya agar tak berpikiran negatif.

Kemudian ia tersenyum, lalu menggeleng. “Tidak ada apa-apa. Ayo, temani aku makan,” ujarnya, lantas mendorong pelan bahu Hyemi menuju ruang makan.

Hyemi hanya diam, membalas senyuman itu dan mengikuti langkah Jongwoon. Setibanya mereka di ruang makan, Hyewoon sudah berada di sana, melahap makanan yang ada di atas piringnya.

“Apa putri Appa makan dengan baik?” tanya Jongwoon sembari mengecup puncak kepala putri kecilnya itu yang langsung dijawab dengan sebuah anggukan semangat dari gadis kecil itu.

Hyemi hanya tersenyum menatap pemandangan itu. Ia mengembuskan nafasnya perlahan. Terlepas dari masalahnya dengan Kyuhyun, maupun pertemuannya dengan Suho, ia masih punya kebahagiaannya sendiri. Tak semuanya yang terjadi adalah penderitaan baginya. Ia masih punya hartanya.

“Makanlah yang banyak, Oppa,” ujarnya sambil meletakkan potongan daging di atas piring Jongwoon. Mereka mengalami hari yang berat akhir-akhir ini, setidaknya Hyemi ingin ada satu momen yang membuat mereka merasa seperti di awal lagi. Tanpa beban.

“Kau juga,” balas Jongwoon. “Aku tahu kaulah yang paling lelah.”

Seulas senyuman mampir di wajah Hyemi. Wanita itu mengambil lauk yang sama dan mulai melahap masakannya sendiri.

Eomma, apa aku bisa bertemu lagi dengan immo?”

Ucapan Hyewoon memecah keheningan di tengah-tengah jam makan malam mereka. Jongwoon dan Hyemi saling bertatapan sebelum akhirnya tatapan mereka jatuh pada Hyewoon yang masih menunggu jawaban.

“Tentu saja.” Hyemi menjawab dengan singkat namun lembut. Ia kembali menatap Jongwoon yang mulai meredupkan tatapannya. Ia tahu, setiap Jongwoon mendengar nama itu, hatinya akan merasa sakit teringat akan kejadian yang telah menimpa adiknya. Menimpa mereka semua.

“Sekarang kau harus makan yang banyak agar ketika bertemu dengan immo, kau bisa bermain sepuasnya. Arraseo?” ujar Hyemi lagi, mengacak perlahan tatanan rambut panjang putrinya.

Ia kembali menatap Jongwoon. Pria itu menunduk, hanya memerhatikan makanannya yang baru satu suap masuk ke dalam mulutnya. Hingga kepala itu terangkat, menatap Hyemi yang juga tengah menatapnya penuh arti, bersamaan dengan tangannya yang menyentuh tangan Jongwoon. Entah apa yang bisa Hyemi lakukan untuk Jongwoon, tapi ia hanya ingin Jongwoon merasa bahwa ia tak sendiri. Ini bukan bebannya. Ini beban mereka. Hyemi ingin membagi itu semua.

“Besok kita akan menemui Soonhee lagi, arra? Sekarang makanlah,” bisik Hyemi, seolah tahu kegelisahan hati Jongwoon.

Pria itu hanya tersenyum tipis. Melanjutkan makan malam mereka.

 

**

 

Kim Joon Myeon menatap pemandangan di hadapannya dengan tenang. Ia tak dapat mengalihkan pikirannya dari apa yang terjadi padanya baru-baru ini. Ia menggenggam sloki berisi cairan merah di tangannya, menyesapnya perlahan tanpa mengalihkan tatapannya dari pemandangan di luar jendela.

“Suho-ya…”

Pria itu menoleh, menemukan wanita paruh baya berdiri di ambang pintu kamarnya. Ia meletakkan slokinya di atas meja di dekat sana. Beranjak dari tempatnya berdiri dan menempatkan dirinya di pinggiran kasur.

“Aku melihatmu tidak baik-baik saja hari ini,” ucap wanita itu, menyentuh wajah putranya setelah ia menempatkan diri di sebelah Suho. “Apa sesuatu telah terjadi?”

Suho tersenyum menenangkan. “Nan gwaenchana, Eomma. Jangan khawatir padaku,” jawabnya, sesuatu yang wanita itu pastikan adalah kebohongan. Tidak ada yang mengenali Suho sebaik dirinya.

“Sesuatu telah terjadi.” Sebuah pernyataan meluncur dari bibir nyonya Kim. Matanya menatap ke dalam bola mata Suho yang bergerak gelisah. Ia menemukan itu. Sesuatu yang membuat putranya gusar.

Eomma…” Suho mendesah frustasi. Alisnya bertaut, seolah menahan sesuatu yang menimpa bahunya. “Aku mencoba melupakannya. Tapi aku tak bisa.”

Nyonya Kim mengerutkan dahinya samar. “Apa yang kaubicarakan, Suho-ya?”

Eomma—” Suho menggenggam tangan ibunya, menyentuhkan punggung tangan halus itu pada pipinya. Ia memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mengatakan sesuatu. “Dia kembali, Eomma. Wanita itu. Wanita yang kucintai—Park Hyemi—dia kembali. Dia masih hidup.”

Detik itu juga, Suho merasakan tangan nyonya Kim menegang di dalam genggamannya. Suho melihat perubahan ekspresi pada wajah lembut itu. Ia melihatnya. Sebuah kesedihan, keterkejutan, dan semuanya bercampur menjadi satu. Suho melihatnya, bagaimana lelahnya ibunya itu mencoba membagi bebannya. Cinta ini. Perasaan ini adalah beban bagi Suho, sesuatu yang tak bisa ia dapatkan dari Hyemi.

Eomma, bagaimana mungkin dia yang lima tahun lalu meninggal bisa kembali?” Suho tersenyum, membiarkan air mata mengalir di pipinya. Tangisan kebahagiaan yang membuat hatinya menghangat kembali. Wanita yang ia cintai kembali ke dunia. Kembali ke dalam hidupnya.

“Dia kembali padaku, Eomma,” bisik Suho, tersenyum dalam tangisannya.

“Suho-ya…”

“Aku masih mencintainya, Eomma. Aku—”

“Suho!”

Suho tertegun mendengar teriakan ibunya. Nyonya Kim bangkit dan menatap Suho dengan air mata yang membasahi kedua mata hangatnya.

“Cukup, Nak. Sadarlah, dia tak pernah mencintaimu.”

Rasa sakit menyerang dada Suho. Kenyataan yang sangat ia benci. Tak ia sangka kenyataan itu masih dapat menyakitinya. Dan rasanya masih tetap sama seperti lima tahun yang lalu.

Eomma—”

“Kau sudah memiliki Hye-Ah dan dia mencintaimu. Apakah itu masih kurang untukmu?”

Suho memejamkan matanya, merasakan dadanya mendidih di dalam pembuluh darahnya. Lima tahun ia mencoba melupakan semuanya tapi ia kembali merasakannya. Rasa sakitnya masih tetap sama.

“Aku tidak bisa melupakannya, Eomma. Seperti mimpi yang selalu datang padaku setiap malamnya, wanita itu tak bisa menghilang dari pikiranku,” ucap Suho sambil menekan dadanya. Ia tak bisa berpikir dengan jernih. Ia masih menginginkan hal yang sama, orang yang sama. Park Hyemi.

“Aku mencintainya, Eomma. Sama seperti dulu. Tak pernah berkurang.” Suho menatap kedua mata ibunya dalam-dalam, meyakinkan bahwa ia tak salah. Tak ada yang salah dengan perasaannya. Seolah tengah berperang dengan hati kecilnya, bahwa memiliki Park Hyemi bukanlah hal yang salah meski wanita itu tak dapat membalas perasaannya.

Suho hanya ingin orang lain tahu. Memiliki perasaan seperti ini sulit. Memiliki kehidupan sepertinya sangat sulit. Namun tetap tak ada yang mengerti selain dirinya. Karena tak ada satupun orang yang dapat merasakan betapa ia tersakiti ketika gagal melawan keinginannya untuk memiliki seseorang yang dicintainya.

 

-to be continued-

 

Note: NAAAAAH! Pada inget ngga sama cerita ini? Udah lama banget ya, hampir setahun ngga update ini FF. Aku ngga akan melakukan pembelaan lagi kali ini karena memang ngaretnya parah. Cerita ini akan tetap lanjut sampai saatnya kurasa ‘waktunya ini selesai’.

KAMSAHAMNIDA!

 

One response

  1. baru kelar masalah kyuhyun, skarang tinggal suho. jong woon – hyemi yg kuat ya pertahankan cinta kalian 😀

    February 26, 2016 at 12:47 am

Leave a comment